Kamis, Agustus 30, 2007

Bulan Itu Datang Lagi

Oleh: Choirul Asyhar

Aku lupa umur berapa aku memasuki usia aqil baligh. Anggap saja umur 15 tahun. Berarti sudah 26 kali aku menjalani kewajibanku melaksanakan shaum Ramadhan. Dua puluh enam kali bukanlah jumlah yang sedikit untuk mengangkat derajatku menjadi manusia bertaqwa. Manusia yang paling mulia. ”Inna akramakum ’indallaahi atqaakum” Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kalian.

Tapi di bulan Sya’ban ini, di mana separuh awal telah kita lewati, aku belum apa-apa dari kalimat taqwa itu sendiri. Empat belas hari lagi aku akan memasuki tahap ke-27 penggemblenganku menjadi manusia taqwa. Seingatku, paling tidak sepuluh tahun terakhir aku selalu bersemangat menyambutnya. Mempersiapkan diri agar aku lulus menjalani training Ramadhan ini.

Kusiapkan fisik, dengan berlatih melaksakan puasa sunnah Senin-Kamis. Sayang persiapan sering terganggu dengan kesenangan duniawi. Karena ngobrol lama sepanjang malam Senin atau malam Kamis, sering membuat aku tak terbangun sahur. Sehingga puasaku gagal esok harinya. Akhirnya latihanpun seadanya. Kadang puasa Senin saja, kadang Kamis saja. Kadang full Senin-Kamis dalam sebulan, tapi sering Cuma tiga-empat hari saja.

Kusiapkan juga ruhiyahku. Alhamdulillah di masjid-masjid mulai banyak diadakan kajian tarhib Ramadhan satu atau dua bulan sebelumnya. Ilmu tentang ibadah Ramadhan di ajarkan di dalamnya. Semangat ruhiyah menjalani Ramadhan lebih baik dari tahun kemarin senantiasa muncul setiap tahun. Tapi pelaksanaanya selalu harus di kawal kiri kanan agar tak luntur di tengah jalan.

Untuk melatih ketahanan semangat sholat lima waktu di masjid dan shalat tarawih selama Ramadhan, aku juga harus mencanangkan tekad sholat lima waktu di masjid dan sesekali tahajud semaksimal mungkin. Tanpa latihan, mustahil tiba-tiba kita mahir selama Ramadhan nanti.

Tilawah Al Qur’an juga harus dilatih lebih kenceng, kalau mau berhasil mengisi hari-hari sepanjang Ramadhan dengan tilawatul Quran. Karena kita tahu bulan Ramadhan disebut juga dengan syahrul Quran. Bulan di turunkannya Al Quran. Aku selalu bertekad menghatamkan Al Quran minimal sekali dalam bulan Ramadhan ini. Karena itu mulai beberapa bulan yang lalu, tak ada nyala cahaya warna warni dari tabung TV di rumahku. Karena acara TV ini yang sering membuat kita gagal mencapai tujuan-tujuan ruhi.

Kesiapan financial. Ini kata ustadzku juga harus disiapkan. Dalam sebuah hadits disampaikan bahwa selama Ramadhan Rasulullah bersedakah seperti angin yang bertiup kemana-mana setiap saat. Ini menggambarkan, beliau cepat sekali mendistribusikan hartanya sebagai sedekah. Seakan tak ada waktu bagi hartanya untuk ngendon di pundi-pundi hartanya. Tak ada deposito. Apalagi yang berjangka panjang. Karena bagi beliau salallahu’alaihi wasallam, harta miliknya adalah harta yang telah diinfakannya. Dengan infak dia telah menabungnya di akhirat, melalui teller-teller kaum miskin, fakir, dan anak yatim. Yang tidak diinfakkan, bukanlah milik kita karena setiap saat bisa hilang digondol maling. Yang didepositokan bisa dibawa kabur bankernya ke Singapur. Yang ditanamkan sebagai modal usaha bisa lenyap karena krismon dan lesunya dunia usaha.

Subhananallah. Kesiapan ini yang sangat sulit aku miliki. Meski tak banyak, aku masih punya uang untuk diinfakkan. Tapi secepat angin yang menerobos ke segala penjuru relung-relung kantong-kantong fakir-miskin-yatim? Bisakah aku? Teller-ku masih di perutku, keluargaku, renovasi rumahku, motor baruku, asuransi keluargaku, usaha baruku, baju lebaranku, buka puasa yang enak-nikmat-mewah di rumahku, persiapan mudikku dan angan-anganku, dan angan-anganku, dan angan-anganku lainnya

Oh, deposito Muhammad Rasulullah Salallahu ’alaihi wa sallah ternyata berjangka sangat panjang sampai masa keabadian di sisi Allah. Depositonya tak bisa ditarik. Bukan tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun. Tapi sampai masa jatuh temponya tiba. Bertemu muka dengan-Nya di surga. Depositoku .... tak tahulah aku kenapa aku menyimpannya di situ.

Tidak! Aku sudah tahu sebabnya. Iman yang tipis menakut-nakutiku melihat masa depan. Itulah jawabannya. Maka sekali lagi aku bertekad dalam tarbiyah ke-27 bulan Ramadhanku ini aku ingin meningkatkan imanku itu. Kalau sampai mencapai taqwa, pastilah itu karena karunia Allah yang tak terkira semata.

La’allakum tattaqun..... Menjadi angan-anganku berikutnya. Oh, indahnya menjadi manusia mulia di sisi-Nya.

Allahumma bariklanaa fii Sya’ban wa ballighnaa Ramadhan.

Cikarang, 17 Sya’ban 1428/30 Agustus 2007

Tidak ada komentar: