Senin, November 09, 2009

TAKUT KETAHUAN: (SAATNYA KORUPTOR BERTOBAT)

“Takut ketahuan.” Inilah gambaran saya mencermati perkembangan berita Cicak vs Buaya (baru kali ini saya menulis nama hewan dimulai dengan hurup capital).

Bagaimana tidak panic. Tiba-tiba keculasannya memanfaatkan jabatan dan kekayaannya untuk menyuap dan disuap ketahuan oleh penegak hokum. Keistimewaan dan tingginya status social di masyarakat sebentar lagi akan runtuh. Dunia seperti mau kiamat. Langit runtuh. Wajah cerah berubah menjadi hitam pucat. Kehormatan di mata masyarakat sebentar lagi berubah menjadi kehinaan.

Maka pengacara dibayar bagaimana agar mereka bisa membela kesalahannya. Bukan kebenarannya. Pengacara dengan modal kepintarannya menguasai perundang-undangan plus kepiawaian bersilat lidah bisa saja menjadikan yang salah menjadi benar. Koruptor yang culas dibelanya menjadi orang bersih yang banyak jasanya.

Selain membayar pengacara, koruptor dengan kekayaannya yang melimpah ruah juga mencoba cara lain. Membayar makelar kasus yang tugasnya menjadi kurir uang suapnya kepada para penegak hokum. Maka korupsi menjadi lahan bisnis baru. Bukan oleh koruptor tapi justru kini koruptor menjadi obyek bagi sang markus (makelar kasus) itu.

Karena koruptor panic diancam hukuman penjara yang menyakitkan dan memalukan. Sementara kalau menyuap langsung takut malah ditangkap oleh KPK. Maka muncullah markus yang berbusa-busa mengaku mengenal para pejabat tinggi dan berjanji akan menyampaikan uang suap itu kepada mereka. Agar para koruptor lepas dari jerat hukum.

Kini saatnya koruptor dikadalin sama markus.

Markus sebuah pekerjaan yang enak banget. Sebuah profesi “baru” yang tak perlu menunjukkan bukti atas pekerjaannya. Saya pikir pekerjaan jadi markus ini adalah pekerjaan mudah. Tak perlu sekolah untuk jadi markus. Yang diperlukan hanya keberanian. Hasil kerjanya tanpa perlu bukti dan saksi. Tanpa tanda terima. Semua berdasarkan kepercayaan.

Mereka lebih licik dan lebih culas memanfaatkan kepanikan koruptor yang juga culas. Maka koruptor yang selama ini mencuri uang rakyat dengan menyalahgunakan amanah jabatan yang diberikan kepadanya, kini dengan kepanikannya terpaksa harus memberikan kepercayaan kepada seorang yang sebelumnya tak pernah dikenalnya.

Buaya telah dikadali oleh markus.

Mungkin sebelum jaman KPK, markus ini bisa memberikan hasil berupa pembebasan koruptor dari jerat hokum. Kini dengan adanya KPK? Ternyata mereka tetap dan makin berkeliaran. Malah dengan nilai uang suap yang sangat tinggi dan sulit dipercaya. KPK adalah institusi baru yang bisa dijual dengan harga sangat mahal oleh markus.

Syukurlah KPK tak terbukti menerima suap itu.

Saya pingin melaknat para markus itu. Meskipun bukan berarti saya bersimpati kepada para koruptor korban markus itu.

Justru dengan kasus ini diharapkan saatnya koruptor bertobat di penjara masing-masing. Terima saja hukuman itu. Jangan percaya lagi kepada markus. Karena uangnya akan hilang dan mereka tetap saja masuk bui. Terima saja hukuman itu. Penjara adalah tempat yang baik untuk berkontemplasi. Dua-tiga tahun di penjara akan membuat koruptor kembali kepada keimanan sejati. Tak lagi percaya kepada kedigdayaan jabatan dan kekayaannya. Tak lagi percaya kepada calo kasus pak markus. Tapi hanya percaya kepada Allah. Percaya akan keberadaan Allah. Percaya akan kebersamaan Allah. Itulah makna beriman kepada Allah. Allah itu ada dan selalu bersama kita. Yang selalu mencatat perbuatan kita. Baik maupun buruk.

Cikarang Baru, 22 Dzulqa’dah 1430H/9 November 2009