Kamis, Oktober 30, 2008

Kartu Kuning Disnaker

Dalam sepakbola kartu kuning dihindari pemain. Tapi lain dengan kartu kuning disnaker. Banyak orang yang memperebutkannya! Rame-rame setiap hari datang pencaker (=pencari kerja) ke disnaker untuk mendapatkannya.

Beberapa hari yang lalu saya mampir ke Disnaker Kabupaten Bekasi. Mengantar istri untuk mengurus kartu kuning ini. Katanya sebagai syarat pemberkasan untuk jadi PNS.

Jam 8 pagi saya sudah tiba di depan ruang pengurusan kartu kuning. Para pencari kartu kuning sudah berjubel menunggu pelayanan. Sampai jam 8.15 pelayanan belum dimulai juga, karena para petugas disnaker yang terhormat sedang sarapan gorengan, minum teh dan merokok.

Untuk menyalurkan kesebalan saya menunggu pelayanan dimulai saya ngobrol dengan seseorang. Ternyata dia sedang mengantar adiknya untuk mendapatkan kartu kuning pula. Sebagai persyaratan melamar pekerjaan di sebuah perusahaan swasta.

Saya yang 18 tahun jadi buruh pabrik dan belum pernah sekalipun memiliki kartu kuning jadi penasaran. Apa sih gerangan si kartu kuning ini? Kok, sedemikian hebatnya, sehingga kepemilikannya menjadi salah satu syarat untuk jadi pegawai. Baik swasta maupun negeri.

Capek ngobrol, saya berdiri menghampiri sebuah flow chart yang tertempel di dinding luar ruangan pelayanan. Rupanya denah alur proses mendapatkan kartu kuning.

Terbaca jelas, bahwa proses mendapatkan kartu kuning melalui interview. Pewawancara dari disnaker akan mewawancarai pencaker. Jika pencaker dinyatakan layak, maka dia berhak mendapatkan kartu kuning. Lalu pencaker yang mendapatkan kartu kuning bisa membawanya ke pengusaha yang membutuhkan tenaganya. Dan setelah diterima kerja, pengusaha harus melaporkan ke disnaker. Mungkin sebagai feed-back bahwa pencaker hasil interview disnaker itu telah diterima kerja.

Bagaimana jika hasil wawancara pencaker dinyatakan tidak layak? Maka pencaker harus menjalani pelatihan-pelatihan di BLK (Balai Latihan Kerja). Setelah dinilai siap, baru diberi kartu kuning.

Waw, bagus sekali ternyata ide pemberian kartu kuning ini. Pertama, pekerjaan HRD di perusahaan semakin ringan karena pencaker sudah disaring oleh disnaker melalui wawancara. Bahkan pelatihan sebelum bekerja, bagi yang sebelumnya tidak layak kerja. Jadi pencaker yang datang membawa kartu kuning pasti yang berkualifikasi bagus.

Kedua, Disnaker ternyata bekerja, to. Tidak Cuma mengurusi sengketa buruh-pengusaha. Disnaker berfungsi mewawancarai kelayakan pencaker. Dan disnaker menyediakan pelatihan sehingga pencaker menjadi berkualitas dan profesional. Untuk menjaga kredibilitasnya, pasti disnaker sering mencari informasi kualifikasi pencaker yang dikehendaki perusahaan-perusahaan yang akan mempekerjakanya. Lalu disampaikan kepada sekolah-sekolah pencetak pencaker. Sehingga lulusannya layak kerja.

”Lho, istriku mana?” Saya teringat nasib istri saya.
Rupanya pelayanan sudah dibuka, entah sejak jam berapa. Istri saya sedang mengisi formulir. Lalu antri menyerahkan kepada petugas. Beberapa menit kemudian dia menghampiri saya. Dia mengajak pulang dulu, karena kartu kuningnya jadi setelah shalat Jum’at.

”Tadi diwawancarai apa saja?” tanya saya.
”Tidak ada wawancara, cuma nyerahin formulir yang sudah diisi, dan syarat-syarat lain.”
”Bayar berapa?” tanya saya iseng, khawatir ini juga termasuk syarat-syarat lain itu.
”Gratis!” katanya. Bagai sedang kehausan diguyur air putih jernih segar dingin, jawaban ini sangat membanggakan saya. Diantara kekecewaan-kekecewaan atas kualitas pelayanan dan wawancara yang tak pernah ada itu. Apalagi pelatihan kerja.

Cikarang Baru, 30 Oktober 2008

Rabu, Oktober 22, 2008

Tiga Rahasia

Empat orang melompat turun ke dalam lubang dengan permukaan seluas dua kali satu meter persegi. Lalu siap merangkul seonggok jasad yang telah rapih terbungkus kain putih itu.

”Bismilaahi wa’ala millati rasulillah” gumam doa terdengar sambil membawa turun sang jasad itu. Lalu jasad dimiringkan ke arah kiblat. Tali-tali kain kafan dibuka. Lalu keempat orang itu segera menaiki liang lahat, setelah menutup jenazah dengan potongan-potongan bambu. Tak lama kemudian urugan tanah mengisi liang lahat. Secangkul, dua cangkul. Tiga cangkul, empat cangkul. Cangkulan kelima, keenam. Kesepuluh, kedua puluh… sampai beberapa menit kemudian terbentuk gundukan tanah sepanjang dua meter. Dihiasi dengan kayu nisan di salah satu ujungnya.

Tertulis….

Abdul Mudjib bin Adnan Ali
Lahir : Surabaya, 17 Agustus 1933
Wafat: Cilegon, 20 Oktober 2008

Tersingkap rahasia Ilahi, setelah segalanya terjadi.

Paling tidak ada tiga rahasia Allah yang tertulis di atas kayu nisan itu.

  1. Siapa orang tua kita.

Kita tak bisa memilih dari perut siapa kita akan dilahirkan. Siapa ayah dan ibu kita. Maka bersyukurlah kita yang lahir dari perempuan yang shalih. Dididik di bawah komando Ayah yang sholih pula.

  1. Dimana dan kapan kita dilahirkan.

Kita tak bisa memilih saat dan di mana kita dilahirkan. Apakah kita jadi orang Sunda, Jawa, Batak, Ambon atau Papua. Apakah kita jadi warga negara Indonesia, Taiwan, Amerika, Saudi Arabia atau Sudan.

  1. Dimana dan kapan kita mati.

Pak Abdul Mudjib yang adalah Ayah saya sendiri itu, tak pernah tahu bahwa tanggal 20 Oktober 2008 jam 11 siang adalah saat terakhir dia menghirup nafas dunia fana’ ini. Demikian juga kita yang sedang menunggu giliran ini. Senantiasa diintai oleh Malaikat Izroil. Tak tahu kapan giliran kita. Ayah juga tak pernah merencanakan dia akan dikebumikan di tanah tempat dia meninggal yaitu di Cilegon, Banten. Lahir dan hidup bermasyarakat lama di Surabaya, tak menjadi jaminan bahwa beliau akan wafat dan dikubur di tanah kampung halamannya pula.

Tiga rahasia ini, dua diantaranya telah terjadi pada diri kita. Saatnya kita menyongsong menerima rahasia yang ketiga. Dan ini pasti akan dialami oleh setiap yang bernyawa. Karena ini adalah sebuah kepastian, maka mempersiapkan bekalnya adalah keniscayaan.

Jangan ditunda-tunda. Kumpulkan dari sekarang bekal yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita.

Wa tazawwaduu, fa inna khoirozzaadit taqwa. Wattaquuni yaa ulil albaab.

Berbekallah, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Bertaqwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal (Al Baqarah: 197)

Cikarang Baru, 21 Oktober 2008

Rabu, Oktober 15, 2008

Menkes: Sebelum Kapitalisme di AS Jatuh, Saya Tak Ikut

Irwan Nugroho - detikNews

Jakarta - Menkes Siti Fadilah Supari bersyukur kebijakan kesehatannya tidak
mengikuti prinsip kapitalisme, yang sedang oleng di Amerika Serikat (AS).
Kendati tawaran kapital dan liberalisasi datang dari berbagai pihak, Menkes
teguh pada pendiriannya.

"Sebelum jatuhnya liberalisme kapitalisme di AS, 2 minggu yang lalu, saya
sudah dari tahun 2004, menunjukkan program kesehatan tidak boleh ikuti
liberalisme kapitalisme tersebut," tegas Menkes Siti Fadilah Supari.

Menkes menyampaikan hal itu dalam Workshop dan Training Pembangunan
Banjar-banjar siaga se- Bali, di Hotel Nikki, Jalan Gatot Subroto, Denpasar,
Bali, Senin (13/8/2008).

Menkes mengatakan, kebijakan yang tidak mengikuti liberalisme dan
kapitalisme itu seperti pengobatan masyarakat miskin yang digratiskan.
Banyak yang menghujat kala dia melontarkan program itu.

"Sampai dibego-begoin. Mosok ah, ini menteri tolol . Mana ada orang miskin
digratiskan. Saya terus berjuang sendiri tidak punya teman. Seperti anak
ayam di antara itik, tapi saya yakin itu betul," kisahnya.

Tawaran berbau kapitalisme lainnya, imbuh dia, tentang rumah sakit
pemerintah yang akan dijadikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sampai
tawaran saham investor dari luar negeri agar menjual rumah sakit pemerintah.

"Ada cukong dari luar negeri yang ingin beli RSCM dan Fatmawati. Katanya
tenang, nanti Ibu saya kasih saham. Waktu itu gede banget. Untung saya tidak
tertarik dengan saham. Saya lebih suka tertarik Tuhan. Kalau saham dari
Tuhan itu tidak akan terjungkal," kata penulis buku 'Saatnya Dunia Berubah!
Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung'.

Perlawanan terhadap kapitalisme itu tak kalah sengitnya terhadap mafia
perdagangan obat di Indonesia, yang membuat harga obat di Indonesia
tertinggi di dunia.

"Saya dapat caci maki, di setiap reshuffle saya mendapat nomor satu yang
harus di-reshuffle, karena saya melawan mafia obat. Harga obat tinggi,
berapa untungnya? Dan mereka sangat khawatir kalau saya atur harga obat itu.
Maka saya digoyang terus," tandas dia.(nwk/did)

Source :
http://www.detiknews.com/read/2008/10/13/205544/1019507/10/menkes-sebelum-ka
pitalisme-di-

as-jatuh-saya-tak-ikut

Sabtu, Oktober 11, 2008

Fakta Astronomi Keputusan Saudi

1 Syawal 1429 sudah lewat.
Ada tercecer catatan tentangnya. Terutama tentang perbedaan 1 Syawal yang muncul, karena -salah satunya- akibat pengumuman pemerintah Saudi Arabia.
Saya tidak kompeten menulis tentang ini. Tapi catatan seorang teman ini sangat menarik sebagai bekal ilmu kita. Sayang kalau terbuang percuma. Silakan menyimak....

(Ini adalah sebagian cuplikan dari diskusi di milis keadilan4all@yahoogroups.com. Karena itu, mungkin ada sebagian yang tidak nyambung jika kita membaca tulisan ini saja).

...................................
Justru itulah, ummat lain sudah sampai ke bulan, tetapi kita masih gagal dalam menetapkan bulan.
Bulannya cuma satu, tetapi orang sering keliru dengan objek langit lain.
Bulannya sudah terbenam sehingga tidak mungkin dirukyat, ternyata malah diklaim bisa dilihat.
Pergerakan dan posisi bulan dapat diukur dengan luar biasa teliti pada hari ke 2, 3, 4 dan seterusnya, tetapi gagal pada hari ke 1.
Mengapa?

Inilah problem yang terjadi di banyak negara, termasuk Saudi. Sudah buaaannnyaaak sekali astronom, saintis, pemerhati hisab dan rukyat di berbagai belahan dunia yang mengkritik keputusan Saudi, tetapi Saudi tetap tidak berubah. Sudah berpuluh-puluh kali, keputusan munculnya hilal di saudi bertentangan dengan fakta astronomis. Pernah terjadi kasus, di saudi ada 6 lembaga ilmiah saintifik yang disebar untuk mengamati hilal di berbagai tempat di Saudi. Tidak ada satupun dari 6 lembaga tsb yang melihatnya. Tetapi ternyata, ada satu orang saja,
orang lain, yang mengaku melihat hilal, sehingga otoritas disana langsung saja menetapkan pergantian bulan. Ketika 6 lembaga tsb ingin tahu siapakah orang yang mengaku melihat bulan, ternyata setelah dicek orang tsb sudah berumur 80 tahun!

Pernah terjadi juga kesalahan fatal Saudi, adanya klaim hilal sehingga ditetapkan pergantian bulan, padahal konjungsi belum terjadi. Yang membuktikan fatalnya kesalahan tsb, adalah karena saat konjungsi itulah terjadi gerhana matahari. Bagaimana mungkin hilal (new crecent)
sudah bisa dilihat sebelum terjadinya gerhana matahari?

Bagaimana mungkin kita bisa menentukan bayangan benda oleh sinar matahari, padahal matahari belum terbit? Bagaimana mungkin bayi bisa ketahuan rambutnya panjang, pendek atau botak, padahal dia belum lahir?

Disini ada beberapa point yang perlu diperhatikan ketika ada kritikan kepada keputusan Saudi:
1. Mengkritik keputusan Saudi soal hilal tidak ada sedikitpun dimaksudkan untuk mengkritik/menggoyang faham Ahlus Sunnah wal jamaah.

2. Mengkritik keputusan Saudi adalah dari sudut pandang astronomis/saintifik, bukan sudut pandang diniyyah. Dari sudut pandang diniyah secara legal formal, tentu keputusan Saudi itu sah, karena sudah ada orang yang mengaku melihat hilal, dia mau disumpah/syahadat,
keputusannya di tangan otoritas pemerintah bukan pribadi/ormas, serta mengikat semua orang yang berada di dalam wilayahnya.

3. mengkritik keputusan Saudi bukan untuk membatalkan keputusan tsb.

Namun disini, mengkritik keputusan Saudi adalah murni dari sudut pandang astronomis, karena:
1. Orang yang mengkritik itu tahu ilmunya, dan memiliki dalil yang kuat bahwa "hilal" yang diklaim itu sebenarnya bukan bagian dari permukaan bulan.

2. Posisi bulan dan matahari dapat diukur/dihisab dengan ketelitian yang luar biasa tinggi, sebagai perwujudan dari firman Allah surat Ar-Rahman ayat 5.

3. Berharap agar otoritas Saudi mau mengubah sedikit saja metode pengambilan keputusannya dalam menetapkan hilal. Maksudnya, berani menolak kesaksian hilal palsu yang bertentangan dengan astronomis, bekerjasama dengan para astronom yang tahu ilmunya, mempersyaratkan
kualifikasi tertentu bagi para perukyat dan sebagainya.

Mengapa point tiga itu penting, bukankah di jaman Nabi tidak ada syarat macam-macam? Mudahnya, saya ambil analogi. Dulu di jaman awal penyebaran hadits, awalnya hadits tersebar dengan tidak menyebutkan sanad. Namun lama-kelamaan, banyak orang yang berniat jahat kepada Islam, dengan menyebarkan hadits palsu. Akibatnya, sistem sanad diberlakukan, sehingga untuk menentukan hadits shahih, syaratnya macam-macam: jujur, rawinya selalu bersambung, ingatannya kuat, tidak tercela dll. Sekarang juga sama. Banyak klaim hilal palsu.

Jadi untuk melindungi hilal yang sebenarnya dari klaim hilal palsu, perlu syarat-syarat tertentu: perlu data kapan dilakukan pengamatan, di koordinat berapa, berapa posisi bulan dan seterusnya. Lebih bagus lagi, jika ada bukti otentik dari foto dsb. Nanti bisa ketahuan, yang
dilihat itu hilal, atau awan tipis, atau planet Merkurius, atau pantulan cahaya matahari yang akan terbenam dll.

Sebenarnya, posisi matahari dan bulan saat ini dapat ditentukan secara luar biasa teliti. Untuk matahari, algoritma untuk menentukan longitude, latitude dan distance adalah VSOP 87 yang dirumuskan oleh Bregtanon, sedangkan untuk bulan adalah ELP 82/2000 by Chapront and
Chapront. Masing-masing algoritma mengandung puluhan ribu suku-suku periodik. Luar biasa teliti. Posisi matahari dan bulan hingga ribuan tahun ke depan dapat ditentukan dengan akurat hingga orde detik busur.

Alhamdulillah, saya punya daftar suku-suku periodik tsb.

Jadi kalau untuk menentukan waktu shalat, kapan gerhana matahari dan daerah manakah yang mengalaminya, kapan gerhana bulan, kapan planet venus dan merkurius mengalami transit hingga ribuan tahun ke depan, itu dapat dihitung dengan Excel. Apalagi kalau hanya menentukan kapan matahari dan bulan terbenam di Makkah, itu semua mudah saja dihitung.
Peluang terjadinya hilalpun juga bisa diperkirakan.

Artinya, saya pribadi juga malu kalau bulan yang sebenarnya mudah untuk diprediksi kemunculannya, ternyata orang/otoritas tertentu masih saja tidak peduli dengan fakta astronomis.

Bahwa soal rukyat yang menjadi metode penentuan awal bulan, mayoritas orang sepakat.
Bahwa soal penetapan bulan baru adalah domain pemerintah yang harus dipatuhi semua orang, saya juga tahu dan sepakat. Namun jika cara pemerintah (siapa saja, tidak cuma Indonesia atau
Saudi) menetapkan bulan baru dengan mengabaikan fakta astronomis, inilah perlunya tawashaw bil haqq wash shabr. Kecuali kalau sengaja mengabaikan fakta astonomis karena yang bikin rumus astronomis adalah orang kafir, yo wiss lah...

Rinto Anugraha
Fukuoka

Selasa, Oktober 07, 2008

Baju (Ber) pesta

Kocap kacarita: Nashruddin Hoja menghadiri sebuah jamuan makan. Ketika hendak masuk pintu gerbang, langkahnya tertahan oleh para penjaga pintu. Alasannya pakain Nashruddin tak layak untuk menghadiri jamuan makan ini.

Tanpa banyak bicara Nashrudin pulang. Ganti dengan baju gamis yang lebih pas. Sesuai syarat para penjaga tadi. Untung dia punya. Segera dia kembali ke rumah mewah yang sedang mengadakan jamua makan.

Sampai di pintu gerbang dia dipersilakan masuk. Karena pakaiannya tidak malu-malu'in tuan rumah.

Setibanya di meja jamuan. Setiap jenis makanan dijumputnya. Hampir semua makanan dicicipi. Tapi tidak dengan lidahnya. Tapi ke kantong-kantong bajunya.
Sampai semua kantong baju gamisnya penuh makanan.

Tamu di sekitarnya keheranan, ketika kuah makananpun dituangkannya ke dalam kantong bajunya. Lalu segelas minuman juga dituangkan ke dalamnya. Sambil ia terus bergumam:

"Nih, makan semuanya. Yang diundang makan kan bukan saya, tapi kamu!" katanya, seperti sedang berbicara dengan baju gamisnya.

(Pesta itu kini ada di Makassar? Masak, seehhh?)

Salam,
Choirul Asyhar
-Dengar kata hati, karena ia jujur
Asah ketajamannya, karena ia bisa tumpul
Jaga dengan dzikir, karena ia mudah tergelincir
http://lintasankatahati.blogspot.com/

----- Original Message -----
From: Gene Netto
To: sd-islam@yahoogroups.com
Sent: Sunday, October 05, 2008 4:54 PM
Subject: [keadilan4all] Orang Miskin Mau Ketemu Wapres? Beli Baju Dulu!

*Orang Miskin Mau Ketemu Wapres? Beli Baju
Dulu!<http://genenetto.blogspot.com/2008/10/orang-miskin-mau-ketemu-wapres-beli.html>
*

Assalamu'alaikum wr.wb.,

Seorang pejabat negara menolak ketemu dengan warga karena pakaiannya kurang
lengkap? Apakah itu wajar di negara berkembang seperti Indonesia? Menurut
berita ini, sebagian warga yang datang ke rumah Wapres Jusuf Kalla di
Makassar ditolak masuk oleh Paspampres dengan alasan pakaiannya tidak
lengkap.

Banyak orang miskin datang karena ada tawaran Rp 50.000 untuk setiap
pengunjung (untung tidak terjadi desak-desakan seperti di Pasuruan). Tetapi
karena sebagian dari mereka tidak berpakaian lengkap, ditolak izin masuknya
oleh Paspampres.

Dengan kata lain, orang miskin yang ingin bertemu dengan Wapres untuk
mendapatkan Rp 50.000 diharapkan menjadi orang kaya terlebih dahulu dan beli
pakaian yang "layak".

Sungguh disayangkan ada sikap seperti ini.

Kalau mau tetapkan aturan pakaian di Istana Negara atau di gedung DPR, saya
bisa maklum, karena barangkali presetasi negara yang dipikirkan. Tetapi
kalau di kediaman pribadi, dia luar kota, apa masalahnya? Kalau Wapres
berkunjung ke Papua, apakah warga sana yang memakai pakaian tradisional
diwajibkan memakai pakaian yang "layak" sebelum boleh bertemu dengan Wapres?

Seharusnya semua pejabat negara bisa maklumi situasi dan kondisi masyarakat
dan menerima keadaan mereka. Kalau orang miskin harus beli baju yang layak
sebelum boleh masuk sebuah rumah pribadi, maka kesan yang saya dapat adalah
pejabat tersebut tidak dekat dengan rakyat dan ingin ditinggikan derajatnya
di atas mereka. Sebagai seorang pejabat negara, yang mendapatkan gaji untuk
melayani bangsa, dia malah tidak berfungsi sebagai "pelayan untuk rakyat"
dan hanya ingin bertemu dengan orang yang bajunya cukup mewah.

Kalau niatnya Wapres adalah untuk bersilahtulrahmi dengan warga, kenapa
harus membagikan uang pada saat dan lokasi yang sama? Kalau niatnya membagi
sedekah kepada orang miskin, kenapa harus gunakan syarat-syarat pakaian
untuk masuk ke rumah Wapres?

Menurut saya, lebih baik kedua hal tersebut dipisahkan. Buat yang ingin
masuk rumah untuk bertemu dengan Wapres, ada waktunya, dan tidak ada syarat
soal baju apa yang dipakai. Buat yang ingin mencari sedekah yang ingin
dibagikan, masyarakat dari kalangan bawah bisa dipersilahkan kumpul di suatu
tempat yang diatur oleh aparat dan di situ bisa terima pembagian sedekah,
tanpa ada syarat-syarat pakaian juga.

Kenapa kedua hal tersebut harus dilakukan pada saat yang sama di lokasi yang
sama? Apakah silaturahmi yang diutamakan? Atau pembagian sedekah? Atau
sekedar cari muka dengan pamer sebagai dermawan di depan masyarakat?

Wassalamu'alaikum wr.wb.,

Gene

#####

"Kita sudah capek-capek datang ke sini tapi tidak dapat apa-apa," ujar Daeng
Sani sambil mengipasi tubuhnya yang kepanasan di depan rumah JK, Jl Haji
Bau, Makassar, Minggu (5/10/2008). Hal sama juga diungkapkan Rahma. Ibu muda
yang menggendong anaknya ini marah karena gagal mendapatkan angpao Rp 50
ribu dari JK.

"Saya sudah antre dari pagi tapi tidak bisa masuk. Pas mau masuk sudah
tutup. Bagaimana ini," ujarnya kesal. *Pantauan detikcom, mayoritas yang
gagal masuk ke rumah JK adalah kaum menengah ke bawah.* *Umumnya mereka
terkendala soal protokoler pakaian.* Meski sudah diumumkan tutup, warga
tetap saja bergerombol di depan rumah JK. Mereka berharap tetap mendapatkan
angpao yang sudah diterima oleh rekan-rekannya.

*Warga Makassar Kecewa Open House JK Ditutup Lebih
Cepat<http://www.detiknews.com/read/2008/10/05/132029/1015518/10/warga-makassar-kecewa-open-house-jk-ditutup-lebih-cepat>

Minggu, Oktober 05, 2008

Alhamdulillah-ku, Dulu Dan Kini

“Alhamdulillah…. Alhamdulillah….” Gumamku sore ini mengiringi kepergian pengunjung tokoku. Ini adalah alhamdulillah ku yang ke sekian kalinya dalam hari ini. Dan alhamdulillah-ku sore ini adalah yang paling tulus muncul dari lubuk hatiku paling dalam.

Sejak pagi hingga sore tokoku buka, baru sore ini ada pengunjung yang jadi beli. Makanya aku bersyukur sangat-sangat-sangat dalam. Alhamdulillah... alhamdulillah... alhamdulillah... demikian bibirku mengucap syukur berkali-kali untuk sepotong baju yang laku terjual.

Sejenak anganku melayang ke beberapa tahun yang lalu. Saat itu betapa mudahnya aku mendapatkan uang. Setiap bulan gaji terkirim ke rekeningku adalah sebuah kepastian. Setiap tanggal 25 aku cukup mengecek bahwa gaji sudah masuk ke rekeningku. Sering malah, teman-teman dan anak buah yang memberi tahu bahwa gaji sudah ditransfer. ”Wow, berarti sudah gajian.” gumamku dalam hati tanpa segera bangkit bergegas mengambilnya ke ATM yang tersedia di lingkungan kantor. Jarang pula diiringi dengan kalimat syukur Alhamdulillah.

Ada logika bawah sadar: capek bekerja setiap hari selama sebulan sudah pasti dibayar oleh perusahaan dengan mentransfer gajiku setiap tanggal 25. Terima gaji adalah kepastian. Karena transfer gaji adalah kewajiban perusahaan. Terima gaji adalah keharusan. Jika perusahaan terlambat transfer, tinggal komplain saja.

Kalimat Alhamdulillah hanya ada pada bacaan Al fatihah dan dzikir setelah shalat fardhu. Atau pada saat terima penghasilan tambahan di luar gaji. Dengan kadar kekhusyukan dan kesyukuran seadanya. Karena perolehannya sudah dapat diduga sebelumnya.

Kini, setiap ada pembeli masuk ke toko, kusambut dengan Alhamdulillah. Ketika jadi beli, kuiringi kepergiannya dengan Alhamdulillah. Lalu kucatat dalam buku penjualan dengan senandung lirih Alhamdulillah.... alhamdulillah .... alhamdulillah.

Benar, setiap aku menerima uang penjualan, Alhamdulillah selalu menghiasinya. Syukurku tak habis-habisnya. Betapa tidak, setiap hari aku buka toko. Tapi tidak berarti selalu ada penjualan dengan jumlah tertentu. Pendapatkanku tidak dapat dihitung dengan pasti sekian rupiah per jam seperti ketika aku jadi karyawan dulu. Ada kalanya sehari aku hanya mendapatkan beberapa puluh ribu. Di hari berikutnya mendapatkan di atas sejuta rupiah.

Maka lantunan Alhamdulillah bagai simphoni indah yang selalu mengiringiku mengais rizki Allah. Karena Allah serasa begitu dekat. Selalu mengabulkan doa-doaku dengan mendatangkan reziki-Nya melalui para pembeli yang datang ke tokoku.

Lalu aku mensyukurinya. Lalu Allah mendatangkan lagi rizki-Nya. Lalu aku lebih mensyukurinya. Lalu rizki itu datang lagi dan lagi tanpa aku bisa memperkirakan jumlahnya.

Aku menyaksikan benar kalimat-Nya:

La in syakartum, la aziidannakum.
Wa la in kafartum, inna adzaabi lasyadiid.

Shadaqallahul ’adhim. Wa ballagha rasuluhu al karim. Wa nahnu ’ala dzalika minasyahidin.