Sabtu, Maret 22, 2008

Saling Memaafkan: Kunci Perdamaian

“Mohon maaf jika ada kata yang tak berkenan”
“Mohon maaf dan harap maklum”
“Mohon maaf apabila dari tulisan saya ada yang tersinggung.”

Demikian sebagian contoh kalimat penutup dalam beberapa posting atau tulisan di beberapa kesempatan. Baik tulisan yang berisi nasihat, maupun tulisan yang berisi respon terhadap tulisan sebelumnya. Baik permintaan maaf karena sikap tawaddu, basa-basi, maupun karena memang benar-benar merasa bersalah.

Ketika mengakhiri sambutannya sering kita dengar seorang pejabat menyampaikan permintaan maafnya jika ada kesalahan dalam bertutur kata. Demikian juga, bahkan seorang Ustadz, yang memberikan ilmu dan nasihatnya kepada kita, juga mengakhirinya dengan permintaan maaf. Saya melihat ini adalah suatu kebiasaan baik, bahwa setiap berpisah kita meminta maaf atas kesalahan yang timbul baik yang kita sengaja maupun tidak sengaja.

Ketika saya bekerja di perusahaan Jepang, betapapun mereka terkenal santun dalam bertutur kata dengan lawan bicaranya. Ketika menyampaikan kesan-kesannya saat mau pulang kembali ke Jepang, biasanya diakhiri dengan ucapan terima kasih atas kerjasama para bawahannya dan koleganya selama ini. Dan harapan agar kerjasama itu tetap diberikan kepada penggantinya. Itu saja. Tak ada pernyataan permintaan maaf dari mulutnya, meskipun selama 2-4 tahun menjadi atasan, pasti banyak kata-kata atau perintah yang disampaikan secara kasar kepada bawahannya. Atau ada keputusan-keputusannya yang menyakitkan beberapa orang. Tapi tidak ada permintaan maaf itu. Karena mereka yakin keputusan-keputusannya, perintah-perintahnya, penugasan-penugasannya itu semua adalah dalam kapasitas profesionalisme.

Demikian juga ketika saya membaca surat pamitan pejabat-pejabat bule. Isinya adalah, kesannya bekerja dan berinteraksi yang menyenangkan dalam kerja tim yang solid. Juga ucapan terima kasih atas dukungan positif dari berbagai pihak. Permohonan dukungan bagi penggantinya. Dan harapan dan doa kesuksesan di masa yang akan datang. Titik. Tidak ada permintaan maaf.

Berbeda dengan budaya kita. Sejak di lingkungan rumah, kita mengajarkan kepada anak-anak kita agar mereka segera minta maaf jika bersalah. Maka dalam budaya kita wajar jika permintaan maaf bertebaran di mana-mana. Dalam berbagai interaksi. Melaui surat, media elektronik, ceramah agama dan sebagainya. Baik karena suatu kesalahan yang spesifik, maupun yang tidak jelas. Maka kalimat ini sering kita temukan di berbagai kesempatan: ”Mohon dimaafkan atas segala kesalahan baik yang disengaja maupun yang tak disengaja.” Dan peminta maafpun tak tahu kesalahan mana yang disengaja dan mana yang tak disengaja. Akhirnya permintaan maaf mudah disampaikan, meskipun tidak berarti kesalahan jadi mudah dilakukan.

Saya senang dengan budaya ini. Karena ajaran agama saya juga mengajarkan agar tidak terjadi hutang kesalahan dengan sesama, maka semuanya harus segera diselesaikan. Kalau tidak, akibatnya akan kita rasakan di pengadilan akhirat. Tetapi sayang saya jarang menemukan atau mendengar jawaban atas permintaan maaf yang disampaikan itu. Misalnya, ”Ya, saya maafkan kesalahanmu.” Apakah karena permintaan maaf sudah jadi basa-basi, sehingga yang dimintai maafpun tidak menjawab sepatah katapun. Berbeda dengan kejadian di rumah kita. Ketika anak-anak meminta maaf atas kesalahannya, sering kita spontan dengan tulus ikhlas menjawab ”Ya, Ayah maafkan. Jangan diulangi, ya...” Maka selesailah kasus itu.

Penasaran dengan maaf-memaafkan ini, maka saya cari di Digital Qur’an ver 3.2. Saya mendapatkan jawaban: 35 ayat yang mengandung kata maaf ini. Dan yang menarik dari ke-35 ayat ini, hanya 4 ayat yang berisi permintaan maaf kepada Allah. Sisanya yang 31 ayat tentang memaafkan yang terdiri dari 15 ayat berisi pemberian maaf dari Allah atas kesalahan hamba-Nya, dan sisanya 16 ayat berisi perintah Allah agar kita memaafkan orang lain atau sifat pemaaf sebagai ciri dari orang-orang yang bertakwa. Bahkan tanpa diminta pun!

Mari kita buka salah satu ayat, misalnya QS Ali Imran : 134

الذين ينفقون في السراء والضراء والكاظمين الغيظ والعافين عن الناس والله يحب المحسنين
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Ayat di atas jika dihubungkann dengan ayat 133, menjelaskan kepada kita bahwa sifat pemaaf adalah salah satu ciri dari orang yang bertaqwa, yang mengharapkan ampunan dan surga Allah.

Maaf-memafkan biasanya berkaitan dengan sengketa atas suatu perkara. Maka sebelum maaf-memaafkan biasanya ada amarah. Orang yang bertaqwa dalam bersengketa mampu menahan amarahnya lalu memaafkan. Bahkan dalam surat Asy-Syu’ara : 37, orang-orang yang menjauhi dosa dan perbuatan keji mereka meredam kemarahannya justru dengan cara memaafkan.

والذين يجتنبون كبائر الإثم والفواحش وإذا ما غضبوا هم يغفرون

dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.

Maka semangat memberi lebih didahulukan dari pada menerima. Memberi dulu maka kita akan menerima. Pemberian maaf lebih mendekatkan kita kepada taqwa. Dalam berbagai ayat permintaan maaf lebih banyak ditujukan kepada Allah, sedang kepada sesama manusia kita diperintahkan lebih banyak memberi maaf. Saya memaknai, kita akan lebih mulia jika menjadi orang yang proaktif memaafkan kesalahan orang lain. Bahkan sebelum permintaan itu disampaikan. Dan ketika orang lain meminta maaf, segera kita meresponnya dengan perkataan yang baik dan memaafkannya secara ikhlas.

Perkataan yang baik dan santun bisa lebih mahal daripada sedekah yang diiringi dengan hal-hal yang menyakitkan. Maka tidak mengherankan ketika pujian disampaikan bercampur dengan sesuatu yang menyakitkan yang terjadi adalah kesalahpahaman. Demikian juga jika permohonan maaf disampaikan dengan cara yang justru membuka luka-luka perselisihan itu kembali, maka maaf-memaafkan tak akan menuju pada perdamaian.

Saya prihatin ketika membaca tulisan seseorang dalam upaya mengakhiri perselisihannya dengan temannya, dia menulis ”Sekali lagi mohon maaf. Saya tidak ada unsur melecehkan atau menyerang Bapak. Yang ada juga saya yg diserang dan dilecehkan... :P”

قول معروف ومغفرة خير من صدقة يتبعها أذى والله غني حليم

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (QS. Al Baqarah : 263)

Memberi itu lebih baik dari pada meminta. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Memaafkan lebih baik daripada meminta maaf. Apalagi jika semuanya disampaikan dengan tulus ikhlas.

Wallahu’alam bis Shawab.

Jumat, Maret 21, 2008

Ayat-Ayat Penguji Cinta Kepada Allah

Sering kita mengaku mencintai Allah dan Rasulullah. Terutama pada momen-momen penting dan situasi dan kondisi tertentu seperti ketika kita sedang beribadah atau dalam peringatan hari-hari besar seperti Maulid Nabi. Ketika kita mengaku mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka Allah menghadapkan kepada kita dengan ayat-ayat ujian untuk membuktikan pengakuan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya.

QS. At-Taubah : 24

قل إن كان آباؤكم وأبنآؤكم وإخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اقترفتموها وتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها أحب إليكم من الله ورسوله وجهاد في سبيله فتربصوا حتى يأتي الله بأمره والله لا يهدي القوم الفاسقين

Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik."

Kita tidak dilarang mencintai delapan hal di atas (1. Bapak, 2. Anak, 3. Saudara, 4. Istri, 5. Kerabat, 6. Harta, 7. Bisnis, 8. Rumah.) Tapi Allah memberi peringatan untuk menguji kecintaan kita kepada Allah. Apakah kedelapan hal itu yang lebih kita cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya. Ataukah kita masih istiqamah menomor satukan Allah dan Rasul-Nya. Jadi kecintaan kita kepada Allah harus di atas segala-galanya. Di atas ke delapan hal itu.

Buktinya adalah apabila kita lebih memenuhi panggilan Allah, daripada daya tarik ke delapan hal di atas. Kita lebih mengedepankan aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya ketika melaksanakan aktivitas muamalah kita. Ketika setiap hari kita sibuk mencari harta dengan bekerja dan berbisnis, semua itu harus dilaksanakan dalam rambu-rambu halal haram yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Maka dengan demikian kerja kita menjadi ibadah karena kerja kita mendapat ridha Allah. Sangat mustahil kita mengaku beribadah kepada Allah dalam aktifitas bisnis dan kerja kita, sementara kita tidak mampu menghindari hal-hal yang dilarang Allah. Ibadah harus dilaksanakan dengan kegiatan yang diridhai Allah.

Jadi Allah tetap menjadi cinta pertama kita. Semua aktivitas kita mencintai ke delapan hal di atas harus diukur dengan keridhaan Allah. Kalau sesuai dengan rambu-rambu Allah pasti Allah ridho dan boleh kita kerjakan. Kalau tidak sesuai, pasti Allah murka karena itu harus kita tinggalkan.

Ayat lain pengukur cinta kita kepada Allah adalah QS. Al Baqarah : 165

ومن الناس من يتخذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله والذين آمنوا أشد حبا لله ولو يرى الذين ظلموا إذ يرون العذاب أن القوة لله جميعا وأن الله شديد العذاب

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dzalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

Ayat ini mengajarkan kita bahwa cinta kepada Allah harus di atas segalanya. Jangankan dikalahkan oleh ke delapan hal seperti dalam surat At Taubah tadi. Menyetarakan kecintaan yang lain dengan kecintaan kepada Allah saja kita bisa dianggap membuat tandingan-tandingan. Yang tentu saja hal ini terlarang. Kedudukan Allah tidak setara dan tidak boleh disetarakan dengan yang lain dalam hati kita.

Penyekutuan Allah bukan hanya alam bentuk penyembahan atau pengabdian. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa bentuk penyekutuan bisa terjadi dalam bentuk cinta dan mencintai. Allah dalam ayat ini melarang kita mencintai seseorang atau makhluk setara dengan cinta kita kepada Allah. Dengan kalimat "Adapun orang-orang yang beriman lebih kuat cintanya kepada Allah."

Bukti cinta kepada Allah, dicontohkan oleh para sahabat Nabi ketika diperintahkan meninggalkan khamar dengan ayatnya

يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Para sahabat segera membuang simpanan khamar-nya ke jalan-jalan sehinggan digambarkan jalanan seperti banjir khamar. Padahal khamar adalah minuman sehari-hari masyarakat Qurays pada saat itu.

Para sahabiyah segera mengambil apa saja disekitarnya untuk menutupi kepala dan badannya demi mendengar perintah berjilbab. Ini adalah contoh pembuktian cinta kepada Allah dan Rasulnya.
Orang yang menyamakan kecintaannya kepada Allah akan menyesal dan berkata:

تالله إن كنا لفي ضلال مبين
إذ نسويكم برب العالمين

"demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam". (QS. Asy Syu’ara : 97-98)

Rasulullah dalam hadis Tirmidzi dari Ibnu Abbas bersabda:
Cintailah Allah karena segala karunia-Nya sedang kalian nikmati. Cintailah aku dengan cinta Allah. Cintailah keluargaku dengan cintaku.” (Sunan Tirmidzi dari Ibnu Abas)

Bisyr Al Hafi, seorang abli ibadah dalam Kitab Al Bidayah Wa Nihayah, Ibnu Katsir, hampir setiap malam hingga pagi sering termangu di ambang pintu rumahnya.

Ketika ditanya ”Apa yang sedang kamu pikirkan sepanjang malam itu?”
Ia menjawab, ”Saya sedang berfikir tentang si Bisyr yang beragama Nasrani dan Si Bisyr yang beragama Yahudi, serta si Bisyr yang beragama Majusi. Saya bertanya-tanya dalam hati, apa gerangan yang menyebabkan diriku mendapat keistimewaan dari Allah sehingga saya lebih dulu dijadikan sebagai seorang muslim, padahal sama-sama bernama Bisyr. Saya merenungkan keutamaan yang diberikan Allah kepadaku. Saya memuji-Nya karena hidayahnya kepadaku. Saya telah diberi kehormatan mengenakan gaun para kekasih-Nya.

Mari kita bersyukur atas nikmat Islam ini. Maka ini harus kita genggam erat. Dan cinta Allah memberikan hidayah dan berbagai nikmat ini harus kita balas dengan cinta kita kepada-Nya di atas segala-galanya.

قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Ali Imran: 31)

قل أطيعوا الله والرسول فإن تولوا فإن الله لا يحب الكافرين

Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS. Ali Imran : 32)


Jumat, Maret 14, 2008

Takut Pada 6 Hal

Semangat berwirausaha membuat kita menjadi pemberani. Karena seorang entrepreneur itu adalah seorang yang berani mengambil resiko. Banyak saran pengusaha sukses yang melecut kita untuk just take an action. Asal kalau gagal gak bikin melarat, kerjakan saja. Keberanian ini lambat laun mengikis habis ketakutan kita akan kegagalan. Bahkan kegagalan dianggap sebagai ongkos belajar. Kegagalan sebagai jalan menuju keberhasilan. Semakin sering gagal semakin sering belajar. Lalu pisau analisa semakin tajam, sebagai jalan untuk membuka ladang kesuksesan.

Lalu bolehkah kita punya rasa takut? Tentu saja sejauh rasa takut itu sebagai rem penyeimbang bagi gas yang kita geber, tidak ada salahnya kita pelihara. Apalagi itu sebagai bahan kontemplasi. Muhasabah bagi diri sendiri yang selama ini lari kencang penuh keberanian semangat empat lima.

Ustman Bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu menasihatkan kepada kita bahwa sebagai mukmin seharusnya kita takut kepada enam hal (seperti dikutip dari Majalah Tarbawi Edisi 176 Th. 9, Rabi’ul Awwal 1429H):

Keenam hal itu adalah:
1. Takut kepada Allah, jangan-jangan Allah mencabut keimanan kata.
2. Takut kepada Malaikat Pencatat Amal, jangan-jangan mereka menulis amal kita dengan catatan yang sangat memalukan kita jika dibeberkan pada hari kiamat nanti.
3. Takut kepada syaitan, jangan-jangan syaitan berhasil merusak amal yang kita kerjakan.
4. Takut kepada Malaikat Maut, jangan-jangan ia mencabut nyawa kita pada saat kita lupa kepada Allah.
5. Takut kepada dunia, jangan-jangan dunia itu membuat kita terlena sehingga kita melupakan urusan akhirat.
6. Takut keluarga sendiri, jangan-jangan mereka terlalu menyibukkan kita dalam memenuhi urusan mereka sehingga kita melupakan ketaatan kita kepada Allah.

Tepatnya ketakutan ini sebagai kewaspadaan kita agar tidak keluar track jalan lurusnya dalam aktivitas kita di dunia. Karena aktivitas dunia ini berefek pada kehidupan di akhirat.

Choirul Asyhar
http://lintasankatahati.blogspot.com
http://harakahbookstore.blogspot.com

Kamis, Maret 13, 2008

Maulid Nabi: Wujudkan Cinta Rasul

Setiap tahun sebagian umat Islam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Hari kelahiran Nabi Muhammad. Yaitu setiap tanggal 12 Rabiul Awal menurut penanggalan hijriyah. Tahun ini Maulid Nabi jatuh pada tanggal 20 Maret 2008.

Peringatan Maulid Nabi awalnya diadakan pada zaman dinasti Fatimiah tahun 300-an Hijriyah. Lalu pernah digunakan untuk memompa semangat tentara Islam pada zaman perang salib. Momen ini digunakan oleh Salahuddin Al Ayyubi untuk memutar kembali perjuangan Muhammad Rasulullah dan para sahabatnya di segala bidang demi tegakkanya Islam di muka bumi. Benar saja ternyata mengenang perjuangan beliau dan para sahabatnya membangkitkan kembali semangat tentara Islam dalam perang salib yang melelahkan itu.

Kini peringatan Maulid Nabi terus dilaksanakan oleh sebagian besar kaum muslimin. Ada berbagai cara untuk mengisi Maulid Nabi. Di kampung-kampung tradisional banyak dilakukan dengan tukar-menukar makanan dengan tetangga. Menurut KH. Hasyim Muzadi dalam tulisannya di Republika, ini adalah wujud kecintaan sesama sebagai bukti kecintaan kepada Baginda Nabi.

Dulu, pada masa kecil saya, memasuki bulan Mulud (Bulan Jawa yang bertepatan dengan bulan Rabi’ul Awal) pasar menjadi sangat ramai. Nenek dan Kakek saya memiliki sebuah toko di area pasar itu. Karena itu saya yang tinggal di sana bisa merasakan betul geliat warga desa memasuki bulan ini. Di pasar, jalanan di tutup untuk kendaraan bermotor. Karena dijadikan arena pasar kaget. Jualannya macam-macam. Mulai makanan, mainan anak-anak yang terbuat dari tanah liat yang berbentuk miniatur alat-alat dapur, sampai topeng macan, monyet dan hewan lainnya yang terbuat dari adonan kardus yang dicetak lalu dilukis menyerupai wajah berbagai hewan. Saat itu belum ada tokoh-tokoh kartun Jepang, sehingga tidak dijual topeng power ranger, ultraman, spiderman, batman dan sebagainya. Keramaian pasar ini hampir sama dengan keramaian menjelang lebaran. Saya senang saja, karena ini berarti pengunjung toko Nenek saya jadi melimpah juga. Apalagi nenek saya memang berjualan alat-alat dapur yang terkena imbasnya keramaian grebeg maulid ini.

Kini keramaian itu tak ada lagi. Pemahaman momen maulid untuk meningkatkan kualitas ruhiyah berbekal kecintaan kepada Rasulullah, mengurangi keramaian pasar. Yang beralih pada perenungan dan kajian di masjid-masjid. Pembedahan siroh Nabi, membuka wawasan umat Islam bahwa untuk mencintai Rasulullah diperlukan langkah nyata meneruskan dakwah Islam. Memoles dan memperbaiki kepribadian muslim sedekat mungkin dengan kepribadian Nabi, karena beliau adalah uswah hasanah. Teladan yang baik. Apalagi tantangan semakin besar. Dakwah Islam tidak semudah dulu. Banyak angin kencang dari kanan dan kiri yang kalau tidak kita antisipasi bisa menjatuhkan bangunan Islam yang dibangun oleh pendahulu kita dengan susah payah.

Peringatan Maulid Nabi tidak hanya dengan saling tukar makanan, belanja mainan untuk anak-anak kita, sholawatan di surau-surau. Tapi bisa lebih dari itu. Atau bisa pula yang tidak ada relevansinya dikoreksi.

Tukar menukar makanan, misalnya. Ini adalah budaya baik untuk diteruskan. Karena Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk berbuat baik dengan tetangga. Kalau tidak baik pada tetangga, Rasulullah mengatakan bahwa mereka dianggap tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Tetapi budaya ini perlu diperbaiki, bahwa memberikan makanan kepada tetangga bisa dilakukan kapan saja. Bahkan sangat baik jika dilakukan tidak hanya setahun sekali, tapi lebih sering demi menjalin silatrahim. ”Meskipun hanya sebutir kurma.” kata Rasul. Apalagi diberikan pada saat tetangga sekitar kita benar-benar membutuhkannya. Tidak ada kelaparan di sekitar kita. Karena kata Rasulullah, tidaklah beriman kita jika kita tidur nyenyak sementara ada tetangga yang kelaparan. Apalagi kalau sampai mati kelaparan.

Membelikan mainan untuk anak-anak. Siapa bilang ini bukan kebaikan? Menyayangi anak. Hanya saja, sama dengan memberikan makanan, membelikan mainan tidak harus dilakukan pada saat hari kelahiran Nabi. Membelikan mainan bisa kapan saja saat diperlukan. Belum lagi dengan jenis mainannya. Mainan edukatif sudah banyak dijual, yang bisa merangsang kecerdasan emosional, merangsang keseimbangan otak kanan kiri.

Sholawat? Apalagi ini. Ini adalah perintah Allah. Bahkan tidak hanya bagi kita. Allah dan para malaikatpun mengucapkan shalawat kepada Nabi. “Sesungguhnya Allah dan para malaikat bersholawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kepadanya dan ucapkan salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab : 56)

إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما

Maka bersholawat kepada Nabi memang diperintah oleh Allah. Tidak hanya pada peringatan maulid Nabi, tapi juga di kesempatan-kesempatan lainnya. Bahkan setiap hari, paling tidak kita mengucapkan shalawat 10 kali dalam tasyahud pada saat sholat 5 waktu. Ditambah sholat-sholat sunnah, pasti lebih banyak lagi. Juga dalam dzikir pagi dan petang. Juga dalam pembuka setiap doa, kita selalu membaca pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi. Plus pada setiap nama Muhammad disebut, kita disunnahkan menjawabnya dengan shalallahu ’alaihi wasallam.

Rasulullah, mengatakan setiap ada umatnya yang bersalam dan shalawat, maka dia bermohon kepada Allah agar ruhnya dikembalikan dan beliau menjawab salam itu.

Maka shalawat dalam momen peringatan maulid Nabi hendaknya ditingkatkan tidak hanya mengharapkan pahala dan syafaat atas ucapan itu, tapi sebagai bentuk cinta kita kepada Rasulullah SAW. Dan cinta kepada Rasulullah tidak hanya di hati dan di mulut tapi juga dalam tindakan kita. Dalam bentuk mengikuti sunnah-sunnahnya. Dan ternyata mengikuti sunnah-sunnah Muhammad juga sebagai bentuk kecintaan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah :

قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31).

Maka momen peringatan Maulid Nabi bisa dijadikan pengingat sebarapa tinggi cinta kita kepada Allah dan Rasulnya, di mana itu diwujudkan tidak hanya dalam bentuk shalawatan tapi bagaimana kita melaksanakan sunnah-sunnahnya, sehingga Islam ada tidak hanya sekedar nama.

Cikarang Baru, 5 Rabi’ul Awal 1429H/13 Maret 2008

Rabu, Maret 12, 2008

Batu Empedu Tukang Ojek -2

Alhamdulillah, posting saya mendapat tanggapan.

TDA Peduli menyanggupi akan dibicarakan dengan timnya. Berika pendek yang masuk ke inbox saya ini sangat menggemberikan. Semoga segera terealisasi.

Lalu ada seorang karyawan dari Mattel www.mattel.com menelpon saya. Beliau minta detail alamat lengkap Pak Maman untuk disurvey. Katanya, ini adalah prosedur standar mushollanya sebelum memberikan santunan. Maka saya dengan senang hati memberitahukan dimana teman saya ini tinggal.

Ada lagi SMS yang saya terima, bahwa dia telah mentransfer Rp 250.000,- ke rekening saya. Ketika saya tanya identitasnya, dia tidak menjawab kecuali menulis SMS-nya dengan nama Hamba Allah. Alhamdulillah, semoga Allah mencatat amal baiknya dan melipatgandakan pahala baginya. Juga rezki yang lebih banyak dan lebih baik. Jazakallahu khoiron katsiro. Amiin.

Adalagi, kelompok pengajian ibu-ibu menyetorkan sejumlah uang spontanitas yang dikumpulkannya. Alhamdulillah.

Maka, pagi tadi saya main ke rumahnya. Mengantar dana dari donatur yang telah terkumpul ke rumah Pak Maman. Saya lihat dia masih memerlukan dana untuk kontrol pasca operasi. Karena itu berapapun dana yang terkumpul segera saya berikan ke yang bersangkutan.

Saat ini mungkin sulit untuk membayar utangnya. Karena uangnya masih dipakai untuk berobat atau kontrol terus pasca operasinya.

Berita bagusnya, setelah saya minta cerita lebih detail tentang utang-utangnya ternyata dia tidak berhutang kepada rentenir sama sekali. Meskipun demikian, dia dan istri tetap bertekat untuk melunasi hutang-hutangnya.

Sekali lagi, terima kasih untuk para donatur.
Allah pasti membalas dengan rizki yang lebih banyak dan lebih baik. Jazakumullahu khoiron katsiro.

Cikarang Baru, 12 Maret 2008

Kamis, Maret 06, 2008

Filem Ayat-Ayat Cinta: Kekalahan idealisme Kang Abik

Novel Ayat-Ayat Cinta benar-benar fenomenal. Karya Kang Abik lulusan Al Azhar University, membacanya saya bisa menggambarkan siapa Kang Abik. Bagaimana kualitas keilmuannya tentang Islam. Tidak cuma ilmunya, tapi juga terbayang bagaimana penghayatannya terhadap Islam. Dari situ saya juga paham –insya Allah- bagaimana pengamalannya terhadap ajaran Islam. Karena itu, saya sangat bersyukur dengan terbitnya novel islami sehebat ini. Banyak pembaca penggemar novel, bahkan yang tadinya tidak suka baca novel pun, tercerahkan.

Maka wajar, jika banyak yang menyambut baik difilmkannya novel ini. Terbayang film islami dibanjiri oleh penonton di bioskop-bioskop Indonesia. Sebagian besar penonton adalah pembaca setia novel-novel Kang Abik. Dan mereka sudah bisa ditebak, bagaimana ruhiyah mereka sudah tercerahkan oleh keislaman atau pesan Islam yang disampaikan Kang Abik melalui novel-novelnya.

Idealisme Kang Abik tumplek blek dalam novel itu. Terbayang idealisme itu akan muncul di filemnya juga. Apalagi sebelumnya terdengar kabar Kang Abik akan mengawal proses pembuatan film itu. Mulai dari pemilihan Mesir sebagai lokasi utama shooting, pemilihan artis pemeran tokoh-tokohnya, dan mana detil yang perlu ditampilkan dalam film itu.

Saya belum menonton film itu. Tapi membaca beberapa resensinya di koran, dan resensi teman saya Hensyam di blognya http://hensyam.co.nr, maka saya memutuskan untuk tidak bakal menontonnya. Dan saya membayangkan Kang Abik akan berada dibarisan para penonton yang kecewa terhadap pemfileman novel Ayat-Ayat Cinta ini.

Membaca pengakuan Hanung di blognya http://hanungbramantyo.multiply.com menggambarkan betapa film ini adalah hasil pertarungan antara idealisme dan kapitalisme. Dan dari filmya, tampak siapa pemenangnya.

Kekecawaannya mudah-mudahan cukup bagi kita untuk tidak membelanjakan uang dan waktu kita sia-sia dengan membatalkan niat berbondong-bondong mendatangi gedung bioskop.
Agar lebih jelas mari kita simak resensi film teman saya ini yang dari judulnya Kecewa dengan Filem Ayat-ayat Cinta tergambar betapa kecewanya sang teman ini setelah nonton film ini. Sebagaimana yang dikatakan:
Ternyata, filem AAC tidaklah sehebat novelnya. Sangat disayangkan, kedahsyatan dan misi yang dikandung oleh Kang Habib (maksudnya Kang Abik) dalam novelnya hancur oleh kepentingan lain! Tulisan ini adalah sebagai bentuk kekecewaan saya terhadap hasil filem ini.
Novel aslinya, bolehlah dikatakan sebagai novel islami. Tapi menonton filem ini saya sungguh kecewa. Tak saya temukan kekuatan Islam dan idealisme seperti novelnya
.”

Kegagalan sutradara dengan berbagai alasan yang disampaikan oleh Hanung dalam blognya tergambar dalam film ini seperti kesaksian teman saya ”Separoh filem ini yang saya temukan adalah kegagapan, atau barangkali kegagalan sutradara dalam menterjemahkan tulisan ke bentuk visual. Sepertinya sutradara gagap dalam menerjemahkan isi novel ke dalam bentuk gambar. Potongan-potongan cerita yang tidak utuh dan ganjil. Seakan memaksakan jalan cerita seperti alur novel.

Pemilihan aktor dan artis sebagaimana diakui oleh Hanung di blognya dimana sempat terjadi tarik ulur dengan Kang Abik. Karena selera Kang Abik dengan selera pasar Hanung tidak klop, ternyatapun tampak dalam pandangan teman saya ini.
Pemilihan peran yang tidak pas, lucu melihat tokoh-tokoh yang diusung tidak mewakili figur novel. Wajah-wajah Mesir yang digantikan oleh wajah melayu. Visualisasi yang tidak berhasil mengangkat alam dan jiwa Mesir sungguh sangat disayangkan karena memang lokasi shooting tidak dilakukan di Mesir. Dalam pendahuluan novel Kang Habib, digambarkan Mesir yang panas luar biasa, betapa sulitnya Fahri menjalani masa-masa disana, kurang berhasil diangkat oleh filem ini.

Kalau membaca pengakuan Hanung, tampaknya idealisme dia semakin terkikis habis oleh kekurangan modal. Misalnya lokasi Mesir harus diganti dengan Manggarai dan Kota Lama Semarang. Lalu sebuah kota wisata di India. Selain itu idealisme menuangkan alur cerita, budaya Islami dan nuansa kehidupan Ikhwan Akhwat Al Azhar Cairo, bahkan penggantian Profesor tokoh pergerakan di penjara mesir dengan tokoh yang tak jelas menunjukkan terkikisnya idealisme novel oleh kemauan produser yang ingin ceritanya dibuat lebih ringan bak sinetron yang ringan, hedonis, dan ngepop demi menggaet 1 juta penonton. Kata Hanung ”Semua adegan itu diminta untuk dibuang atau dikurangi dan lebih mementingkan adegan romans seperti AADC ataupun Kuch Kuch Hotahai …”

Jadi sebenarnya bukan cuma kekurangan modal yang jadi masalah, tapi ketakutan kalau film ini tidak laku jika dibuat sama plek seperti novelnya.
Menurut teman saya itu ”Bisa kita bayangkan, filem ini jauh dari alam dan budaya Mesir, apalagi dari Islam.”

Dengan keinginan menampilkan adegan AADC dan KKH itulah maka wajar ketika teman saya menyaksikan adegan-adegan yang tak pantas dalam film yang katanya diambil dari sebuah novel islami tulisan Habiburahman El Sirazy ini.
Tapi yang paling mengecewakan dan mengkuatirkan saya adalah rusaknya akidah dan runtuhnya nilai-nilai Islam oleh filem ini. Hebatnya kekuatan gambar atau filem adalah secara halus membuat masyarakat menjadi permisif, dan lupa pada idealisme. Bayangan Fahri yang ahli agama dan menjaga akhlak, digambarkan suka berduaan dengan Maria. Padahal dalam Islam dilarang berduaan dengan yang bukan muhrim. Gambaran Aisha yang seorang akhwat, menundukkan pandangan dan sejuk dipandang, berganti dengan seorang wanita yang mau beradu-pandang dengan Fahri. Dan yang paling parah adalah betapa beraninya sutradara menggambarkan adegan perciuman, dan suasana malam pertama antara Fahri dan Aisha. Apa sih maksud yang ingin diangkat oleh adegan ini? Ingin menunjukkan malam pertama? ‘Kan tidak mesti dengan berciuman, cukup masuk kamar lalu matikan lampu, penonton akan mengerti kok…” Teman saya tampak sewot banget dengan film ini. Saya yakin ghiroh Islamnyalah yang mendorongnya menulis hal ini.

Selanjutnya ”... seorang ikhwan dan akhwat itu lugu, tidak berani beradu pandang. Tapi dalam filem ini, kesan yang kita tangkap, betapa tingginya jam terbang antara Fahri dan Aisha dalam hubungan dengan lawan jenis. Dimulai dengan adu pandang, lalu tahu-tahu mereka berdua sudah nyosor berciuman dan langsung rebahan."

Yang mengganjal di kepala kita? Kemana aja Kang Abik sehingga bisa kecolongan sekian banyak? Kita lihat pengakuan Hanung bahwa agar film ini ditonton sejuta orang skenario dirombak total sehingga sedikit keluar dari novel dan untuk itu Kang Abik diabaikan agar semuanya berjalan lancar http://hanungbramantyo.multiply.com

Astagfirullah. Saya hanya bisa mendoakan, semoga ini menjadi pelajaran bagi penulis-penulis muslim semacam Kang Abik, yang sekarang banyak menghasilkan novel-novel bagus agar tidak tertipu dengan menjual naskahnya kepada pedagang film yang tidak punya idealisnya setaraf dengan penulisnya.

Di blog Hanung jelas sekali produser hanya berfikir dagangannya laku terjual. Kental sekali bahwa dia selalu berhitung untung rugi. Maka benar jika yang muncul adalah seperti kata teman saya ”Saya tidak melihat ini filem dakwah, seakan saya melihat filem barat atau sinetron murahan.”

Dan Hanungpun jangan terlalu pede bahwa dia telah menunaikan pesan ibunya. Yaitu dia telah membuat film tentang agamanya. Belum. Dia telah gagal menunaikan pesan Ibunya. Karena jika demikian, harganya sangat mahal seperti pengakuannya sendiri bahwa seharusnya membuat film AAC-nya Kang Abik ini biayanya sangat mahal, tapi produsernya takut rugi seperti film sebelumnya.

Kalau biaya menjadi kendala. Maka semakin sadarlah saya bahwa idealisme itu memang mahal harganya. Moral itu tak ternilai. Karena itu harus kita pertahankan, dan seharusnya kita tak mudah menjualnya berapapun harga penawarannya. Karena idealisme jauh lebih tinggi nilainya dari itu semua. Berapapun ia.

Cikarang Baru, 6 Maret 2008

Referensi:
http://hensyam.co.nr
http://hanungbramantyo.multiply.com
www.eramuslim.com

Rabu, Maret 05, 2008

How Bad Are You?

Sering kita berkeluh kesah betapa keleknya nasib saya.
Betapa bodohnya saya.
Gagal maning, gagal maning, son!
Apa ya yang bisa saya lakukan? Sesederhana apapun.
Kok nasib baik belum mendekati kita?
Bisa nggak sih saya berhasil?
Bandingkan nasib yang Anda alami sekarang dengan ’caci maki’ dan vonis nasib yang telah dijatuhkan kepada mereka di bawah ini.

Albert Einstein divonis bolot, tidak suka bergaul, dan senantiasa hanyut dalam khayalan bodohnya.

Aristotle Onassis saat sekolah merupakan si tolol nomor satu dan biang kerok, sehingga pernah dikeluarkan dari beberapa sekolah. Akhirnya dia gagal dalam ujian dan tidak punya ijazah walau diploma sekalipun.

Guru Bethoven menyebut Beethoven sebagai komposer yang tidak mempunyai harapan.

Charles Darwin dianggap oleh semua gurunya (termasuk ayahnya sendiri) sebagai seorang budak biasa dan mempunyai tingkat kecerdasan di bawah normal.

Henry Ford 5 (lima) kali gagal dalam bisnis dan bankrut.

Prestasi Isaac Newton amat lemah ketika di sekolah dasar.

Leo Tolstoy, pengarang buku "War and Peace" pernah dikeluarkan dari akademi.

Semasa kuliah, Louis Pasteur adalah seorang mahasiswa sederhana dimana dia mendapat peringkat nomor 15 dari 22 orang mahasiswa lain dalam mata kuliah kimia.

Leon Uris, pengarang buku terlaris "Exodus" pernah gagal dalam ujian bahasa Inggris sebanyak 3 kali semasa di sekolah menengah.

Pendiri Fedex (Federal Express) pernah diberitahu bahwa idenya tidak masuk akal, dan diberi nilai merah (tidak lulus) oleh profesor di universitasnya. Tiga puluh tahun kemudian, Federal Express menjadi sebuah perusahaan ekspedisi ekspres yang terbesar di dunia dengan 128.000 orang karyawan dan mempunyai modal lebih dari US$7 milyar.

Guru Thomas Alfa Edison pernah mengatakan bahwa dia terlalu bodoh untuk belajar sesuatu.

Walt Disney pernah dipecat oleh seorang redaktur surat kabar karena kekurangan ide.

Winston Churchill pernah tidak naik kelas enam.

Semasa Silvester Stallone menjalani ujian di Universitas Dexel, dia diberitahu bahwa peluang masa depannya hanyalah sebagai seorang tukang reparasi elevator. Dengan demikian ayahnya yang sering memukul mengatakan bahwa dia adalah seorang anak yang tidak bisa diharapkan.

Woody Allen, seorang penulis, editor, dan penerbit yang telah mendapat anugerah Academy Award pernah gagal dalam ujian bahasa inggris dan gagal membuat film di Universitas New York.

Akio Morita, pendiri SONY corporation adalah murid yang bodoh. Ia menempati peringkat terakhir dari 180 murid di kelas ilmu pastinya.

Kini siapa yang tak kenal mereka? Kira-kira siapa yang seharusnya lebih jelek nasibnya. Mereka atau kita? Ternyata ’nasib’ itu masih terus berproses. Belum di ketok palu, sampai maut menjemput.

Bukan tidak mungkin nama kitapun nanti bakal diperhitungkan orang, siapapun kita saat ini. Syaratnya: terus bekerja, terus belajar.

Be Possitive.
Be The Best, Learn from The Best. NOW!

Diedit oleh Choirul Asyhar
dari tulisan Cak Eko di milis TDA www.tangandiatas.com
www.cakeko.co.nr
www.baksomalangcakeko.co.nr
www.sotojolali.co.nr

Batu Empedu Tukang Ojeg

Baru kali ini saya mendengar berita penyakit batu empedu. Tadinya saya kira dalam penyakit yang ada batu-batunya cuma batu ginjal atau kencing batu. Atau kalau ada balita yang ketelen batu. Ternyata ada pula penyakit batu empedu.

Ini yang dialami tukang ojeg kenalan saya yang tinggal di Desa Pasir Gombong, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi.

Tanggal 1 Maret yang lalu dia dan keluarganya harus membayar tagihan operasi batu empedu sebesar Rp. 8.874.519,- (Delapan juta delapan ratus ribu lebih). Hampir 9 juta. Kabar dari istrinya sih uang tersebut harus diperolehnya dari utang sana-sini. Sebagiannya utang dari rentenir. Uuhhhh.... sudah jatuh ketimpa tangga. Mendapat musibah sakit, dihimpit pula oleh aji mumpung rentenir.

Sakit yang tak terkira, membuatnya dan keluarganya tak ada waktu lagi mengurus surat miskin atau apapun demi meringankan biaya rumah sakit. Maunya sih, gratis, tapi apa daya pemerintah tak punya data base siapa gerangan warganya si tukang ojeg yang bernama Maman bin Ahmad ini. Kalau ada data base siapa yang miskin di suatu wilayah, tentu tak diperlukan lagi Surat Miskin setiap ada keadaan emergency seperti masuk rumah sakit demikian. Cukup KTP dan Kartu Keluarga maka dari nomor pokok penduduk (Noppen) bisa dilacak siapa si Maman ini, sehingga rumah sakit harus bertindak cepat, manusiawi dan pada gilirannya mendapatkan simpati dari rakyat.

Meskipun toh saya tahu siapa dia, tentu tidak menjamin RS percaya dengan penjelasan saya. Siapa sih saya. RS hanya percaya jika saya menandatangi surat yang menyatakan sayalah penjamin biayanya. Wow, enak sekali kalau saya sudah mencapai derajat demikian. Saya menjamin orang miskin yang memerlukan tindakan medis secara cepat. Surat Miskin tak perlu diurus buru-buru. Yang penting si miskinnya yang mesti diurus duluan, bukan suratnya.

Dibantu istrinya mencari nafkah sebagai tukang sapu di sebuah sekolah, Pak Maman setiap hari menjadi tukang ojeg langganan beberapa anak sekolah. Anaknya dua. Yang besar sudah lulus SMA. Jadi buruh kontrak yang lebih lama diputusnya daripada di kontraknya. Sekarang dia gantian dengan Pak Maman ngojeg.

Dulu saya pernah mendengar uang pembayaran antar jemput yang diterima dari pelanggannya sebagian cukup untuk mencicil motor. Makanya dia beranikan diri untuk menjadi tukang ojeg. Hitung-hitung yang membayar iurannya adalah para pelanggannya. Maka pada saatnya nanti dia akan menikmati uang tersebut jika cicilan motor lunas. Dan nanti dia akan memiliki motor sendiri.

Pengeluaran yang tak terduga –atau yang sebenarnya: tak pernah dipikirkan alokasi dananya, karena memang tak ada dana lagi, adalah ketika motornya ringsek karena kecelakaan. Dan yang terakhir harus sepuluh hari rawat inap di rumah sakit menjalani operasi batu empedunya.

Alhamdulillah, kini Pak Maman sudah istirahat di rumah, biaya rumah sakit sudah di stop argonya, tapi utangnya yang hampir sembilan juta itu harus dibayar. Fotokopi kuitansi, hasil lab, KTP dan Kartu Keluarga diserahkan kepada saya. Keluarganya minta dibuatkan proporsal. Minta bantuan para aghnia yang terketuk hatinya untuk memberikan zakatnya, infaq maupun sodaqahnya demi membantunya membayar hutang.

Saya menyanggupinya.

Sambil saya mempersiapkan proporsalnya, Andapun yang berempati setelah membaca posting ini dapat menyalurkan dana Anda ke rekening di bawah ini:

Bank Syariah Mandiri
No. Rek: 005 701 6176
a.n.: Choirul Asyhar, Ir.

Dan konfirmasi ke Hp saya 0856 9240 6250.

Teriring doa jazakumullahu khoiron katsiro. Semoga Allah membalas Anda semua dengan rizki yang lebih baik dan lebih banyak. Amin ya Allah, ya Rabbal ’alamin.

Cikarang Baru, 5 Maret 2008

Senin, Maret 03, 2008

Lompatan Gito Rollies

Sepulang sholat jum’at 29 Februari 2008, sambil menikmati makan siang saya menyalakan TV. Sebuah televisi swasta menayangkan berita kematian Gito Rollies, alias Bangun Sugito sehari sebelumnya. Meski mendengar berita kematian adalah hal yang biasa, sewajar kematian bagi kehidupan, saya sempat kaget juga mendengarnya. Ada perasaan sedih dan gembira. Sedih karena seorang Gito Rollies dengan segala cerita pertaubatannya berarti sudah tak akan pernah saya dengar lagi. Gembira. Bagaimana tidak. Seakan akhir kehidupan yang indah telah ada di depan mata. Siapa yang tak tahu masa muda Gito Rollies. Sebagai public figure, rasanya tak ada yang tak kenal sepak terjangnya di dunia gelap narkoba saat kejayaannya bermusik. Dan akhir perjalanan itu kini telah dilaluinya. Dalam terang benderang hidayah Ilahi. Dunia gemerlap semu dalam kegelapan dunia hura-huranya telah diganti dengan dunia gemerlap yang sesungguhnya yaitu terang benderang cahaya Islam. Subhanallah. Dan inilah sekali lagi yang menggemberikan saya. Sekaligus menjadi muhasabah bagi kehidupan saya. Akhir kehidupan yang indah itu belum ada pada saya. Apapun bisa terjadi pada akhir kehidupan saya. Meskipun saya sangat berusaha dan terus berdoa agar akhir kehidupan yang indah itu akan saya alami nanti.

Indahnya akhir kehidupan atau khusnul khotimah adalah cita-cita setiap orang yang beriman. Karena akhir kehidupan dunia adalah awal kehidupan akhirat. Kehidupan yang sesungguhnya. Oh, betapa indah kehidupan akhirat yang diawali oleh indahnya akhir kehidupan dunia. Oh, betapa meruginya kehidupan akhirat kita jika diawali oleh buruknya akhir kehidupan dunia.

Baik dan buruknya kehidupan dunia diukur dari cara pandang tujuan hidup di dunia ini. Banyak orang bisa mengisi kehidupan dunianya dengan berkualitas karena visi yang jauh ke depan, bahkan sampai ke kehidupan akhirat. Sedangkan banyak kehidupan dunia yang diisi dengan aktivitas jangka pendek, yaitu kehidupan di dunia ini saja, karena pendeknya visi sebatas sampai di dunia fana saja. Maka kerja eksploitatif, memupuk kekayaan pribadi, tanpa menebar kebaikan bagi bekal akhirat, menjadi kegiatan yang menghabiskan waktu-waktunya.

Menyaksikan siapa yang melayat kematian Gito Rollies, tergambar itulah teman-temannya di lembaran-lembaran akhir hayatnya. Panggung-panggung da’wah menjadi saksi amalnya. Jauh lebih bermartabat daripada panggung-panggung hiburan yang dulu sepertinya tak lepas dari kehidupannya.

Menyaksikan akhir yang indah milik orang lain, tinggal aku memanggil untuk diriku sendiri, semoga akupun mendapatkan akhir yang indah itu. Karena kalau kematian saja kita tak dapat menghindar, kemanakah lagi kita lari saat mati nanti. Maka tiada pilihan lain selain menuju ke kehidupan yang terindah. Apalagi kalau bukan kembali bertemu Allah, Sang Pemilik alam semesta.

Kalau pejuang mujahid Indonesia pada zaman pergerakan kemerdekaan selalu memekikkan Merdeka atau Mati! Pasti itu maksudnya adalah Isy kariman au mut syahidan. Hidup merdeka sehingga menjadi manusia mulia, atau mati sebagai saksi dan disaksikan sebagai pejuang kebenaran itu sendiri.

Kalau ini yang dialami oleh Allahuyarham Bangun Sugito, berarti dia telah mengalami Quantum Leap ”minadz dzulumati ila annuur”. Insya Allah.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Allahummaghfirlahu warhamhu, wa’afihi wa’fu ’anhu.