Rabu, Januari 30, 2008

Dari Tukang Sapu Sampai Guru

Ini adalah mimpiku. Sudah lama ada di kepala, tapi baru kali ini berani menuliskannya. Gara-gara ada acara Milad ke-2 TDA. Untuk membuktika kerja LoA. Semoga dimudahkan Allah Ta'ala.

Dari Tukang Sapu Sampai Guru

“Jangan bermimpi!”
Itu kata orang di sekitar kita jika kita punya cita-cita yang menurut ukuran budaya dan kebiasaan lingkungan dianggap sebagai hal yang tak mungkin dicapai.

Ketika melihat seorang gila berdiri di tepi jalan raya berpidato bak seorang politikus, saya membayangkan mungkin dulu semasa waras dia punya cita-cita terlalu tinggi. Mungkin dia memang pernah bercita-cita jadi presiden, gubernur, walikota atau bupati atau bahkan sekedar ketua RT pun. Sementara dia hanya lulusan sekolah dasar. Sehingga cita-citanya tidak kesampean. Kata peribahasa “Bagai pungguk merindukan bulan”. ….. He… he… sebab persisnya, sih, saya tidak pernah tahu. Karena tidak bisa konfirmasi ke keluarganya. Apalagi pada orang gila itu sendiri.

”Bahasa adalah bangsa” ini adalah kata-kata mutiara yang artinya kurang lebih adalah cara kita berbicara, berbahasa menunjukkan siapakah kita sebenarnya. Lha, ternyata nenek-kakek moyang kita punya peribahasa tadi. ”Bagai pungguk merindukan bulan.” Maka kita diajarkan untuk tahu diri. Jangan berkeinginan muluk-muluk. ”Ngaca, atuh” bahasa gaulnya. Jadi dengan dua peribahasa tadi, kita sudah dipersepsi untuk melihat keadaan kita sekarang. Jangan melihat jauh ke depan. Apalagi yang terlalu jauh. Lihatlah yang di bawah. Jangan melihat yang di atas. Apalagi yang di langit. Nanti stress! Gila! Nah, apakah nation culture kita memang demikian? Kurang menyemangati. Kurang mendorong. Kurang visioner, kata para morivator. Cukup apa yang ada di tangan saja. Syukuri. Berarti memang segitu jatah rezki dari Allah untuk kamu. Lho, ikhtiar belum maksimal kok kita diminta menyimpulkan dengan kata ‘memang segitu rizkimu’.

Persepsi demikian memang sering melintas dalam kepala saya. Bahkan sampai sekarang juga sekali-sekali muncul. Jangan-jangan saya bakal gila, kalau gagal mewujudkan mimpiku untuk memiliki rumah toko sendiri. Apalagi mengikuti saran-saran teman-teman TDA. Tulis mimpimu. Gambar mimpimu. Tulis selembar cek berisi angka satu milyar. Fotokopi. Gede’in 200%. Laminating. Tempel di kamar tidur, kamar makan, kamar mandi. Wow, belum gila beneran pasti anak-istri, ayah-ibu, tetangga kiri-kanan sudah mencap saya sebagai orang gila. Boro-boro datang LoA, jangan-jangan datang jin! Hiii......... Jin yang berupa cemooh dari kiri-kanan. Cemooh yang menakutkan bagai jin hantu ifrit kuntilanak sundelbolong. Hiiii...........

Ya, saya bermimpi punya rumah toko yang berlantai dua. Mungil. Berdiri di tempat strategis. Dari situ saya bisa menjual apa saja. Yang jelas pelanggan bakal tahu di sanalah saya bisa dihubungi. Untuk keperluan apa saja. Jaraknya akan sangat mengenakkan jika tidak jauh dari rumah saya. Toko saya akan menjadi kantor saya. Tempat saya melayani pelanggan. Jika tidak ada pelanggan, saya bisa melanjutkan hobbi saya menulis. Post ke blog saya. Menerima tamu: teman-teman saya dari beberapa komunitas. Dan yang sangat menggembirakan pula, lewat kantor sekaligus outlet saya ini, siapa saja dapat memesan kebutuhannya. Dan saya akan menyanggupi memenuhinya karena saya punya komunitas yang kompak yang selalu besinergi, bekerja sama, membangun ekonomi umat, yang siap mensupport saya dengan berbagai barang dagangannya, yaitu komunitas TDA yang punya motto ”Bersama Menebar Rahmat”.

Sebenarnya dua tahun terakhir saya sudah punya kantor sendiri. Saya sudah memiliki lembaga kursus Bahasa Inggris. Di sana, karena masih bayi, saya merangkap beberapa pekerjaan. Pagi-pagi membuka pintu, menyapu dan mengepel lantai, membersihkan kaca. Memungut daun-daun yang berguguran di halaman depan. Menyiapkan alat-alat tulis untuk keperluan guru. Membersihkan karpet dengan penyedot debu. Memfotokopi soal-soal ulangan. Membukukan penerimaan dari pembayaran SPP. Membuat laporan bagi hasil dengan franchisor. Memesan buku-buka modul. Menyiapkan gaji guru setiap akhir bulan. Dan jika ada guru yang absen, saya masuk kelas menggantinya mengajar. Pendeknya saya ini office boy yang merangkap menjadi direktur. Dan sesekali jagi guru.

“Kerjaan banyak. Gajinya banyak dong?” Ya, itu pikiran teman-teman yang sudah bertahun-tahun keenakan jadi TDB. Kalau TDA, apalagi yang masih orok ini?…. Ya, gajian kalau kebagian aja…… yang penting guru-guru saya dan staf lainnya dapat gaji dulu.

Setahun pertama bisnis, saya membayar seorang pegawai administrasi dan seorang manager. Tapi karena usaha masih orok, maka setiap bulan saya tekor untuk menggaji mereka dan tiga orang guru. Meskipun demikian saya sangat senang bisa memberikan pendapatan bagi guru dan karyawan. Hanya karena manager dan staff admin saya mengundurkan diri, maka sekarang saya merangkap semuanya. Alhamdulillah, sekarang saya basah kuyup oleh pengalaman ngurusi semuanya sendirian. Jadi basah kuyup oleh ilmu dan pengalaman dan juga....... oleh keringat!

Banyak hikmah yang saya peroleh dengan mengerjakan semuanya seperti sekarang ini. Yang paling penting, bahwa pekerjaan yang dulu saya anggap sepele ternyata tidak demikian ketika saya harus melakukannya sendiri. Benar sepele kalau hanya sesekali saja. Tapi kalau setiap hari, tentu akan menimbulkan masalah kejenuhan. Misalnya menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kalau di komputer: tempatkan file pada foldernya. Sementara jumlah foldernya ini cukup banyak. Sehingga harus pandai mengingat apa diletakkan di mana. Padahal kejenuhan sering membuat kita lalai. Menunda pekerjaan, sehingga akhirnya lupa.

Menjaga kebersihan kelas, misalnya. Dulu saya marah besar jika staf saya lalai terhadap hal ini. Sekarang saya harus marah pada diri sendiri, karena sesekali saya juga melakukan kesalahan yang sama. Tentu sulit marah pada diri sendiri. Sebagai gantinya akhirnya saya menjadikannya pelajaran bahwa staf saya dulu sudah berusaha, tapi khilaf sehingga saya marah. Dan dulu saya bisanya cuma marah-marah. Tapi ketika mengerjakan sendiri tidak semudah dan sesempurnya yang saya inginkan. Kalau karyawan lalai karena dia tidak ikut memiliki, maka saya sebagai pemiliknya harus menekan kelalaian-kelalaian itu.

Kemudian pemasukan dan pengeluaran uang, saya bisa tahu persis. Ternyata agar saya kebagian rizki setelah menggaji semua jasa guru, maka saya harus kerja lebih keras. Salah satunya adalah harus ngantor dari jam delapan pagi sampai delapan malam. Lho, kayak TDB dong? Siapa bilang? Bahkan lebih parah, tau! Dulu waktu TDB saya ngantor jam setengah delapan pagi sampai jam setengah lima sore. Senin sampai Jum’at. Maghrib sudah di rumah dan setelah maghrib bisa becanda sama anak-anak dan istri. Sabtu dan Ahad bisa jalan-jalan. Sekarang jam kerja 12 jam sehari. Hari kerja Senin sampai Sabtu. Lebih berat, to? Ternyata demikianlah adanya. Apalagi setelah gabung milis TDA. Ternyata semua pengusaha-pengusaha sukses selalu : Mulai dari bawah. Mulai dari susah. Mulai dari diri sendiri. Dan biar gak terlambat start: ikuti kata Aa Gym ”Mulai sekarang juga!”

Alhamdulillah, sekarang usaha saya berubah menjadi lebih baik. Karena kerja keras dan mulai dikenal lebih banyak orang. Jumlah murid setiap bulan selalu bertambah. Yang berarti bertambah pula penghasilan lembaga kursus saya ini. Jumlah pengeluaran juga semakin mudah ditekan. Karena saya tahu persis mana yang perlu dan mana yang hanya buang-buang biaya. Dan yang terpenting juga adalah saya bersyukur karena saya sudah dapat gaji meskipun belum besar.

Jadi orang gajian lagi dong? Ya…. Tapi yang menggaji adalah diri sendiri. Dan dapat bonus pula setiap bulan. Yaitu: bisa menggaji orang lain!

Lalu kenapa pengen punya ruko sendiri? Karena sekarang cuma ngontrak. Setiap tahun sewanya naik dan terancam diusir pula.

Punya ruko pasti biayanya mahal ya. Bisa-bisa saya gak gajian lagi karena uangnya habis untuk angsuran KPR. Maka saya bermimpi ruko ini jadi markas bisnis saya. Selain jadi tempat kursus, bisa jadi outlet saya jualan apa saja. Karena ruangnya gak cukup untuk simpan barang, maka saya buka toko online saja dulu. Masalah dagangan kayaknya banyak member TDA yang bisa support. Tapi DP untuk ruko besar banget ya. Mungkin harus jual rumah saya atau mobil carry saya. ...... Lalu kami sekeluarga tidur di mana?
....... Sudahlah, Rul, jangan mikirin tidur. Bukankah selama ini kamu sudah banyak tidur? Ayo bangun! Kerja! Wujudkan mimpimu! Jadi TDA beneran!

Cikarang Baru, 13 Desember 2007

Tidak ada komentar: