Sabtu, Februari 02, 2008

Kado Untuk Anakku

(Ahsana 13 Tahun)

Kusiapkan dua nama ketika istriku hamil sebulan setelah kami menikah 14 tahun yang lalu. Menyiapkan nama ternyata tidak mudah. Apalagi dalam Islam, kita diajarkan oleh Rasulullah memberi nama-nama yang indah pada anak-anak kita. Tidak hanya indah, tapi bermakna. Tidak hanya makna, tapi itu adalah doa. Seperti dalam teori The Law of Attraction, nama anak adalah harapan yang terus menerus kita panjatkan saat kita memanggil anak-anak kita. Getarannya akan menarik pemberian Allah, memenuhi harapan yang kita pinta. Bukankah Allah Maha Mendengar, Maha Pemberi, Maha Mengabulkan doa.

Maka saya mencari-cari kosa kata atau ungkapan kata yang bermakna indah di dalam Al Quran maupun di buku-buku tentang ini.

Ada lebih dari sepuluh kombinasi nama saya tuliskan dalam buku catatan saya. Yang akhirnya muncul dua nama. Satu untuk laki-laki dan satu untuk perempuan.

Maka ketika anak pertama kami lahir perempuan, nama yang sudah ada dikantong tinggal kusetorkan kepada Bidan Arti di Wonosobo, tempat kelahiran putriku ini, untuk diurus akta kelahirannya.

Ahsana Nabila Asyhar.

Nama yang cantik menurut kami. Dari bahasa Arab. Meskipun mungkin belum benar tasyrifnya. Ahsana Nabila artinya ”sebaik-baik perempuan cantik dan cerdas”. Sedangkan Asyhar dinukil dari nama belakang saya. Sebagai tanda bahwa ia adalah anak saya (tentu hasil buah cinta bersama istri terkasih).

Ya, dia telah lahir 2 Ramadhan 1415 H atau 2 Februari 1995. Jadi menurut kalender hijiriyah, tanggal 15 September 2007, yang bertepatan dengan 2 Ramadhan 1428, dia telah berusia 13 tahun. Sedangkan menurut kalender masehi, baru 2 Februari yang akan datang dia berusia 13 tahun.

Terserah mau pake kalender yang mana, kamu Nak. Yang jelas usiamu makin bertambah. Menuju ke kedewasaan. Dewasa dalam tanggungjawab di depan ayah dan ibu, guru, tetangga, masyarakat dan utamanya tanggungjawab kepada Allah, dengan kewajiban-kewajiban fardhiyyah.

Karena itu, Ayah dan Ibu menyekolahkanmu di sekolah yang sangat melelahkan. Penuh pengorbanan untuk menjalaninya. SD kamu sekolah di Bekasi, kurang lebih 20 km dari rumah. Untuk itu Ibumu harus mengantarkanmu ke sekolah dan menjemputmu jam 2 siang di sekolah. Padahal Ibu juga punya kewajiban lain mengajar di sekolah di Cikarang.

Pagi kita bertiga mengendarai motor tua ayah sampai pintu tol. Lalu kamu bersama Ibu melanjutkan naik angkot menuju Bekasi Timur. Keluar tol, kamu dan Ibu turun, lalu jalan kaki –atau sesekali naik ojek, jika Ibu punya uang lebih, menuju sekolahmu. Sampai di sekolah, tak jarang kamu menangis karena datang terlambat, capek dan emoh ditinggalkan Ibu pulang.

Benar, padahal Ibu harus pulang lagi ke Cikarang karena dia ditunggu murid-muridnya, dan baru nanti jam satu siang harus pulang lebih dulu untuk pamit menjemputmu, karena jam 2 siang kamu sudah siap pulang.

Perjalanan yang melelahkan. Pantas kamu nangis kecapean, malu karena terlambat datang. Padahal umurmu baru 6 tahun.

Semangatmu bangkit ketika suatu haru seorang ibu guru menyambutmu. Dan mengatakan, ”Ayo Ahsana, perjalanan yang melelahkan demi menuntut ilmu itu jihad.”
Ayah senang bahasa Bu Guru itu menyemangatimu, berarti kau telah mengerti makna jihad.

Setengah tahun kamu menjalani rutinitas amat melelahkan ini bersama Ibumu. Setelah itu Ayah mendapatkan rizki untuk membeli sebuah mobil carry secara kredit. Dan menggaji seorang sopir untuk mengantar jemputmu ke dan dari sekolah.

Tahun ajaran baru, kamu naik kelas. Adikmu pun disekolahkan di sana, agar kamu punya teman sepanjang perjalanan pulang pergi Cikarang-Bekasi. Tahun berikutnya Allah membuka jalan lebih lapang. Beberapa temanmu yang tinggal di Bekasi, pindah ke Cikarang. Dan beberapa anak mendaftar masuk ke sekolah itu. Mereka menjadi penumpang mobil carry kita. Mobil kita menjadi mobil antar jemput. Ayah bernapas lega karena ada yang menutup biaya bensin, tol, oli, tambal ban, ganti ban gaji sopir dan lain-lain. Alhamdulillah, sampai pada tahun ke enam engkau lulus menyelesaikan SD mu. Ayah dan Ibu berdoa, semoga engkau menjadi anak yang sholeh dan cerdas –sebagaimana motto SD-mu itu.

Selesaikan jihadmu? Jihad Ayah dan Ibumu? Belum, Nak. Ayah dan Ibu menyekolahkanmu di sekolah yang lebih jauh lagi. Di Subang. Kamu tidak perlu berangkat pagi-pagi dan pulang sore atau malam seperti dulu. Karena kamu bisa menginap di sana…. Di pondok pesantren!

Lebih santai? Ya. Perjalanan dari asrama ke sekolah tidak sampai tiga menit. Waktunya bisa kamu simpan untuk kegiatan belajar. Dari pagi sampai malam. Di kelas, di masjid, di lapangan, di sawah, di kantin, di tempat cucian, di tempat jemuran. Belajar, shalat, menghafal Quran, main basket, menanam padi, mencuci baju seragam sendiri, menjemur dan mensetrikanya. .... Oh, tidak terlalu santai ternyata.

Betul, Nak.
Ini jihad! Tidak ada jihad dengan bersantai-santai.
Tapi nanti engkau akan merasakan nikmatnya. Saat berjihad ataupun saat menikmati hasilnya.

Allahu Akbar..... !

Cikarang Baru, 2 Februari 2008

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Allahu Akbar..
Semoga ananda menjadi anak yang sholeh.. benar2 touchable perjuangannya..

Anonim mengatakan...

Amiin, terima kasih pak Deddy atas supportnya. Semoga kita semua dimudahkan dalam meraih cita-cita kita. Hidup mulia atau Mati syahid.