Sabtu, Mei 24, 2008

Tangga Kebangkitan (2/2)

Pemberdayaan Sumber Daya Alam

Mimpi buruk lainnya adalah banyaknya sumber daya alam yang dikuasai oleh asing. Saat ini pemerintah Indonesia hanya mengusai 8% sumber minyak di negerinya sendiri. Selebihnya dikuasai swasta dan asing. Maka wajar jika rakyat Indonesia tidak merasakan kesejahteraan sebagaimana layaknya warga dari negara yang kaya minyak. Minyaknya diekspor oleh swasta dan asing keluar negeri. Untuk rakyat Indonesia sendiri pemerintah harus impor dengan harga internasional yang melangit tinggi.

Air bersih juga sudah menjadi komoditi milik swasta dan asing. Sumber-sumber air dikapling dan dikuasai oleh swasta lalu bekerjasama dengan perusahaan asing. Mengemasnya dan menjualnya untuk rakyat. PDAM sendiri mendapatkan bagian yang sangat sedikit dengan teknologi seadanya dan sanitasi sederhana dengan penambahan kaporit saja. Maka pemakai air dari PDAM cukup menerima pasokan air dengan debit air yang sangat kecil. Dan tidak jarang tidak mengalir sama sekali.

Hasil laut yang berlimpah dinikmati oleh nelayan pencuri dari negara-negara tetangga yang tidak jarang bekerjasama dengan orang dalam yang bermental korup. Hutan semakin gundul karena dikelola oleh pedagang demi sebesar-besar kemakmuran diri dan keluarga sendiri.

Maka kita akan bisa bangkit jika bersama-sama membangun anak tangga di atas mimpi buruk eksploitasi sumber daya alam ini. Melakukan gerakan mengambil alih kekayaan alam Indonesia dibawah kekuasaan negara Indonesia. Kalau kerjasama dengan swasta dan asing tidak bisa dihindari maka perbaikan kontrak perlu dilakukan. Pembagian keuntungan yang adil harus diperjuangkan agar dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahterakan rakyat.

Kesejahteraan Buruh

Anak tangga berikutnya adalah upaya keras mensejahterakan buruh.
Enam belas tahun penulis perpengalaman menjadi buruh. Sampai kini bukan kesejahteraan sejati yang dimiliki. Kini buruh menjadi kuli di negeri sendiri. Investor diberi keistimewaan dan rangsangan agar berinvestasi di Indonesia. Sementara pemerintah Indonesia menyediakan tenaga buruh yang murah meriah dengan peraturan ketenaga kerjaan yang semakin lama semakin tampak keberpihakannya kepada pengusaha dan pihak asing.
Seakan berkata silakan buruh Indonesia dipakai dan dibayar secukupnya jika diperlukan tenaganya. Dan silakan dipecat tanpa pesangon sepeserpun jika sudah tak dibutuhkan. Tak ada ikatan kontrak yang berimbang. Satu-satunya keuntungan buruh adalah tenaganya dipakai dan dibayar. Karena hal itu lebih baik dari pada tenaganya nganggur dan tak menghasilkan apa-apa. Kehadiran pengusaha yang demikian oleh pemerintah dirasa sudah lebih baik daripada ancaman pengangguran yang menyepatkan mata memandangnya.

Enam belas tahun yang lalu, buruh yang diterima di sebuah perusahaan harus melalui masa percobaan selama tiga bulan untuk dinilai oleh pengusaha. Jika tidak layak diputus, jika dinilai bagus diangkat menjadi pegawai tetap. Delapan tahun kemudian, diberlakukan masa kontrak 1-2 tahun. Baru setelah itu diangkat atau diputus tanpa pesangon. Kini ada peraturan outsourcing tenaga kerja. Tidak ada hubungan kerjasama pengusaha dengan karyawan. Yang ada hubungan kerjasama pengusaha dengan pengerah tenaga kerja. Lalu ada lagi peraturan diperbolehkannya perekrutan buruh harian yang digaji sepekan sekali. Tidak bekerja tidak digaji. No work, no pay. Semua praktik ’pemberdayaan’ buruh ini dipayungi dengan peraturan ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Jika Indonesia hendak bangkit maka paradigma buruh murah dan minimnya perlindungan pemerintah akan menjadi anak tangga sandungan menuju kebangkitan itu. Buruh berkerja tidak melulu mengharapkan gaji besar. Perlindungan diri dan keluarga dan penjaminan masa depan lebih berharga daripada gaji besar yang setiap saat diintai oleh terkaman pemutusan hubungan kerja. Kalau kini gaji besar masih jadi impian siang bolong para pekerja, cukuplah pemerintah melaksanakan perannya yang diamanatkan oleh UUD 1945 untuk melindungi warga negaranya dan memberikan kepada mereka hak pekerjaan, sebelum mampu memberikan penghidupan yang layak.

Pornografi dan Pornoaksi

Anak tangga selanjutnya yang juga harus dibangun oleh bangsa ini adalah anak tangga anti pornografi dan pornoaksi.

Peredaran pornografi dan pornoaksi telah merata melalui berbagai macam media. Koran, majalah, komik anak-anak, televisi dan pertunjukkan musik, menjadi ladangg empuk persemaian budaya pornografi. Masuknya pornografi menyebabkan mental generasi muda yang hedonis dan permisif, akan mengikis habis semangat kerja keras dan penghargaan terhadap proses menuju keberhasilan. Jalan pintas bermula dari sifat hedonis. Maka akan menjalin kerkelindan dengan mental korup nantinya.

Pornografi juga menrusak kepribadian. Para artis melepas kepribadiannya demi memenuhi skenario dan tuntutan sutradara. Apa yang muncul dalam foto, video dan film layar lebar dianggap sebagai bukan dirinya sebagai pribadi. Tapi sebagai diri yang profesional menjalani tuntutan skenario. Kepribdian menjadi terpecah-pecah. Memainkan beberapa peran dalam berbagai kesempatan. Yang pada gilirannya akan melahirkan manusia yang munafik.

Maka di atas kondisi kebobrokan moral ini harus dibangun anak tangga anti pornografi dan pornoaksi. Menuju kebangkitan kembali negeri ini harus dilakoni oleh generasi yang bersih secara moral dan jauh dari kemunafikan.

Inilah beberapa anak tangga yang harus kita bangun menuju kebangkitan kita. Tentu masih banyak yang lainnya. Tapi beberapa anak tangga ini saja, insya Allah cukup untuk menapaki kebangkitan kita jika kita mau bekerja bersinergi dimulai dengan menyamakan persepsi.

Wallahu’alam bisshowab.

Cikarang Baru, 23 Mei 2008

Tidak ada komentar: