Minggu, Mei 18, 2008

Amplop

Amplop. Siapa yang tak kenal dengan manfaat benda ini. Dia akrab dengan benda yang bernama surat, perangko, dan Pak Pos. Anak kos pasti akrab dengan benda ini, karena minimal setiap bulan dia mengirim surat dan menerima surat ke dan dari kampung. Pak Pos hampir tiap hari melewati gang-gang rumah kita. Kedatangannya sangat ditunggu oleh mahasiswa yang indekos. Setiap hari sepulang kuliah saya senang sekali jika ada amplop tergeletak di meja belajar saya.

Itu dulu......

Sejak adanya telpon genggam, kita sudah jarang menggunakannya. Komunikasi lewat surat sudah banyak digantikan oleh sms. Kita jadi jarang beli amplop, kertas surat dan perangko. Maka benda-benda pos ini sudah kalah populer dengan hape, voucher pulsa dan sms. Kalau dulu hampir di semua toko alat tulis dan warung-warung tertulis ”jual benda pos”. Kini digantikan dengan tulisan ”sedia pulsa elektrik”. Itulah dampak kemajuan teknologi informasi.

Tapi, belakangan ini, sejak 11 Mei 2008 benda yang bernama amplop ini benar-benar menjadi pembicaraan ramai di negeri ini. Amplop dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Inggrisnya envelope. Dalam bahasa mandarin (?) disebut angpao. Yang terakhir ini identik dengan amplop yang berisi uang. Bukan surat. Banyak beredar di acara tahun baru imlek. Kini istilah ini banyak dipakai juga untuk amplop isi uang yang dibawa oleh tamu dalam pesta pernikahan.

Tanggal 11 Mei 2008, ketua MPR Dr. Hidayat Nurwahid melangsungkan pernikahannya dengan dr. Diana, setelah 4 bulan menduda karena istrinya meninggal dunia. Resepsi pernikahan tokoh sederhana inipun dihadiri oleh ribuan tamu undangan. Karena itu acara di Sasana Langen Budoyo, TMII, tidak cukup 3-4 jam, tapi 8 jam demi menghormati tamu. Lazimnya resepsi pernikahan lainnya, dalam acara inipun kedua mempelai juga mendapatkan angpao dari tamu undangan.

Tidak ada yang aneh dalam hal ini. Tapi menjadi berita yang menarik ketika angpao ini menjadi daya tarik tersendiri bagi petugas KPK. Tanggal 24 April KPK melayangkan surat kepada Dr. Hidayat bahwa mereka akan hadir dalam acara resepsinya dan akan mengawasi angpao yang diterima dari tamu undangan. Apalagi isunya kalau bukan masalah sensitif akhir-akhir ini. Yaitu gratifikasi bagi pejabat negara!

KPK menilai angpao pernikahan bisa saja menjadi jalan pemberian gratifikasi kepada pejabat negara. Maka setelah usai resepsipun, semua angpao berada dalam pengawasan KPK. Yang membukapun KPK disaksikan oleh keluarga Dr. Hidayat.

Ternyata tidak hanya angpao yang diperiksa KPK, kado dalam bentuk barangpun akan diaudit, bahkan juga rekening bank. Siapa tahu ada kolega yang bermaksud memberikan gratifikasi melalui hadiah pernikahan melalui transfer bank. Wah, merembet kemana-mana, nih. Jangan-jangan setelah itu rekening istrinya juga diperikasa, juga rekening orang tua dan mertua. Karena seperti kata petugas KPK, bahwa pemberian yang diniatkan sebagai gratifikasi dan bernilai di atas 1 juta bisa berupa apa saja, melalui mana saja.

Sikap kooperatif Dr. Hidayat menjadi hal penting demi mulusnya pemeriksaan KPK ini. Ini juga yang disyukuri oleh petugas KPK. Bahkan insya Allah akan menjadi contoh bagi pejabat yang lain yang akan menikah, atau mantu, atau berpesta ulang tahun, atau pesta lainnya baik untuk diri sendiri maupun anak-anaknya.

Wah, ribet juga ya jadi pejabat. Maka mengingat ribetnya dan potensinya merembet ke mana-mana maka paling tidak ada tiga pelajaran dari kasus ini:

  1. Pejabat akan enggan menyelenggarakan pesta. Hal ini akan memberi contoh hidup hemat ditengah krisis yang melanda negeri ini.
  2. Demi memudahkan sang pejabat, para undangan tidak perlu memberikan hadiah apa-apa. Lebih baik hadiahnya untuk fakir miskin yang lebih membutuhkannya.
  3. Jikapun harus memberikan hadiah tidak perlu yang bernilai tinggi, toh pejabat sudah mendapat gaji dan fasilitas melebihi rakyat pada umumnya.

Insya Allah semua ada hikmahnya.

Cikarang Baru, 16 Mei 2008

PS. Untuk Ust. Dayat dan Istri: “Barakallaahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khoir.”

Tidak ada komentar: