Senin, April 07, 2008

Kado Buat Anakku di Solo

Nak, seperti saat ulang tahun kakakmu Februari lalu, Ayah tidak kirim apa-apa kecuali tulisan ini.

(Akhir-akhir ini memang Ayah mulai berlatih menulis. Tulisan berumur lebih panjang daripada barang, karena itu Ayah melakukannya. Dan kata orang akan menambah panjang umur penulisnya. Artinya jika Ayah tiada, tulisan Ayah masih bisa dinikmati dan diambil manfaatnya oleh pembacanya. Maka Ayah menulis hal-hal yang bermanfaat. Menghindari menulis yang berbau maksiat. Kalau manfaatnya dirasakan pembaca, maka pahala akan terus mengalir melapangkan kubur penulisnya. Pahalanya menerangi kegelapannya. Dan juga meringankan siksanya. Insya Allah. Jika demikian, apalah jadinya jika tulisan itu mengajak orang bermaksiyat. Naudzubillahi mindzalika).

Nak, telah kusiapkan namamu ketika ibumu hamil sebulan setelah Ayah dan Ibu menikah 14 tahun yang lalu. Menyiapkan nama ternyata tidak mudah. Apalagi dalam Islam, kita diajarkan oleh Rasulullah memberi nama-nama yang indah pada anak-anak kita. Tidak hanya indah, tapi bermakna. Tidak hanya makna, tapi itu adalah doa. Seperti dalam teori The Law of Attraction, nama anak adalah harapan yang terus menerus kita panjatkan saat kita memanggil anak-anak kita. Getarannya akan menarik pemberian Allah, memenuhi harapan yang kita pinta. Bukankah Allah Maha Mendengar, Maha Pemberi, Maha Mengabulkan doa.

Dari sepuluh nama lebih, mengerucut menjadi dua nama. Satu nama laki-laki dan satu nama perempuan. Satu nama perempuan telah Ayah kenakan kepada kakakmu Ahsana Nabila Asyhar. Maka ketika kamu lahir di rumah Bidan Arti, Ayah gembira karena namamu masih rapi tersimpan di buku agenda Ayah. Maka tanpa berfikir dua kali, kuberikan nama itu kepadamu:

Abyan Naufal Asyhar

Nama yang indah menurut kami. Sama dengan kakakmu. Ini nama dari bahasa Arab. Meskipun mungkin sekali lagi belum benar tasyrifnya. Karena Ayah dan Ibu hanya comot dari buku nama-nama indah yang banyak dijual di toko buku. Doa dari nama itu adalah arti yang terkandung di dalamnya menurut versi kami. Abyan Naufal artinya ”Laki-laki tampan yang pandai menjelaskan ilmu dengan jelas dan gamblang”. Sedangkan Asyhar dinukil dari nama belakang saya. Sebagai tanda bahwa ia adalah anak saya sebagai buah cinta kami berdua istri terkasih.

Ya, tanggal 7 April 1996 kamu lahir dari perut Ibumu. Sehari setelah Ibu mengikuti sebuah ujian di Unsoed Purwokerto. Ditemani kakakmu yang baru berusia setahun yang di asuh oleh Yu Sri, kalian pergi ke Purwokerto mengendarai sebuah bis umum. Perjalanan dari Wonosobo adalah perjalanan yang melelahkan karena harus melintasi jalan yang berkelak-kelok, naik turun dan sebagaimana layaknya kendaraan umum, seringakali berhenti mendadak. Ayah saat itu tidak mengantar kalian, karena Ayah masih dalam perjalanan pulang dari Surabaya setelah melepas kepergian Mbah Kakung dan Mbah Putri menunaikan ibadah haji.

Alhamdulillah, Ayah datang tepat waktu. Kamu lahir, seperti kakakmu dulu. Kamu lahir dengan Ayah sudah berada di sisi Ibumu. Membantu menyemangati Ibumu dengan doa dan genggaman tangan erat pada tangan ibumu agar Ibumu kuat hati dan tenaga dalam melahirkanmu ke dunia ini. Maka kamu lahir sesaat setelah adzan isya’ dikumandangkan.

Dan.... kini kamu telah berusia 12 tahun. Usia remaja telah kau masuki. Transisi menuju ke kedewasaan. Siap-siaplah dengan tugas dan tanggungjawab baru. Tanggungjawab di depan ayah dan ibu, guru, tetangga, masyarakat dan utamanya tanggungjawab di hadapan Allah. Di dalamnya ada tugas dan kewajiban. Juga hak-hak yang akan kamu peroleh setelah melaksanakan tugas dan kewajiban-kewajiban itu.

Karena itu, untuk menyongsong tugas dan kewajiban dan menjemput hak-hak itu, Ayah dan Ibu menyekolahkanmu di sekolah yang mungkin awalnya sangat melelahkan. Penuh pengorbanan untuk menjalaninya. Tapi belakangan menjelang akhir studimu, Ayah dan Ibu melihat kamu dan kakakmu Ahsana sangat menikmatinya. SD kamu sekolah di Bekasi, kurang lebih 20 km dari rumah. Untuk menemani kakakmu, Ayah dan Ibu memindahkanmu ke sana dari sebuah sekolah di Cikarang. Meskipun, akhirnya justru kamu yang ditemani oleh kakakmu. Kakakmu lah yang membimbing kamu, melindungi kamu, dan menambal kekurangpedeanmu di sana-sini. Tapi prestasimu yang konsisten dalam 5 besar menyenangkan hati Ayah dan Ibu. Meskipun saat wisuda, namamu tidak dipanggil ke atas panggung.

Ayah ingat pada hari pertama kamu pindah ke sekolah ini, kamu menangis tidak mau masuk kelas. Bu Nyimas, gurumu merayumu masuk kelas. Juga temanmu, Assyam mengajakmu masuk kelas. Kamu masuk kelas. Tapi tak lama, kamu keluar menangis dan akhirnya tertidur pulas di sebuah sofa di ruang Pak Muhammad, sang kepala sekolah.

Pada tahun pertama di sekolah ini, yaitu di klas 2, kamu mendapatkan ranking 7. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya kamu pernah bilang targetmu ranking 3, karena kamu tahu siapa pesaing-pesaingmu. Dan benar, kamu mencapai target! Ayah senang kamu bisa membaca situasi. Bisa mengenal medan.

Perjalanan yang melelahkan, setiap hari berangkat jam 6.15 dan tiba dirumah jam 5 sore atau setengah enam, kamu dan kakakmu lakoni dari Senin sampai Jumat. Sedangkan Ayah saja berangkat ke kantor jam 7 pagi dan jam setengah enam sudah tiba di rumah karena kantor ayah cuma 10 km dari rumah.

Ada yang bilang, mestinya kita pindah ke Bekasi saja. ”Ayahnya dong yang ngalah, jauh dari kantor. Asal anaknya dekat dengan sekolah.” Tentu tak semudah itu. Karena itu ayah membeli mobil untuk kalian berdua. Coba hitung, berapa hari sepekan ayah memakai mobil ini. Paling Sabtu atau Ahad saja. Sedangkan kamu dan kakakmu, 5 hari sepekan. Memang mobil ini bukan untuk Ayah. Tapi untuk kalian. Syukur Alhamdulillah, ada teman-temanmu yang bisa iuran untuk menutup biaya operasional mobil ini sampai pada tahun ke enam engkau lulus menyelesaikan SD mu.

Ayah dan Ibu berdoa, semoga engkau menjadi anak yang sholeh dan cerdas, sebagaimana motto SD-mu itu.

Dan kini setelah perjalan asyik yang melelahkan itu selesaikah jihadmu? Jihad Ayah dan Ibumu? Belum, Nak. Ada etape kedua: Ayah dan Ibu menyekolahkanmu di sekolah yang lebih jauh lagi. Di Solo. Di sebuah pesantren yang insya Allah bagus bagi akidah dan pengusaanmu terhadap diinul Islam. Di sini kamu tidak perlu berangkat pagi-pagi dan pulang sore atau malam seperti dulu. Tidak perlu terjebak kemacetan jalan tol. Karena….. kamu menginap di sana…. Di pondok pesantren! Sekolah 24 jam. Kata ustadz kita Dr. Hidayat Nurwahid, pesantren adalah lembaga yang akan menciptakan manusia unggul karena 24 jam menggembleng santri-santrinya.

Lebih santai? Ya. Perjalanan dari asrama ke sekolah tidak sampai lima menit. Waktunya bisa kamu simpan untuk kegiatan belajar. Dari pagi sampai malam. Di kelas, di masjid, di lapangan bola, di kelas malam, di kantin, di tempat cucian, di tempat jemuran. Belajar, shalat, menghafal Quran, main basket, main bola atau sepak takraw, mengantri mandi, mengantri makan, mencuci baju seragam sendiri, menjemur dan mensetrikanya. Bahkan berobat sendiri jika kamu sakit.... Oh, ternyata tidak santai ya........ Tapi Ayah lihat ada benih-benih kemandirian yang ditanam sedikit demi sedikit dalam dirimu. Penanaman benih yang insya Allah akan tumbuh subur, karena kamu berada di tanah yang gembur dan subur pula. Yang sulit dilakukan jika kamu masih di rumah saja.

Kadang-kadang Ayah membaca kalimat gelisah dalam raut wajahmu. Dalam lelehan air matamu ada rasa kangen menjalani kehidupan bersama Ayah, Ibu dan adik-adikmu di rumah seperti dulu. Tapi kamu harus tegar, Nak..... Demikian juga dengan Ayah dan Ibu. Jangan dikira Ayah dan Ibu sudah memiliki ketegaran yang berlapis-lapis..... Sama, Nak. Ayah Ibu juga selalu menyemangati diri: ”Kamu harus tegar!” Berpisah dengan Anak bukan perkara mudah. Apalagi biayanya juga tidak sedikit. Di tengah krisis ekonomi ini, yang entah sudah berakhir atau belum.

Ini jihad! Jihadmu, jihad Ayah dan Ibu. Tidak ada jihad tanpa pengorbanan. Dan pasti Allah memberi kemudahan, kenikmatan, ketegaran di balik ’ketedakenakan’ yang kita rasakan ini.

Nanti engkau akan merasakan nikmatnya. Saat berjihad ataupun saat menikmati hasilnya.
Demikian juga Ayah dan Ibu. .... Pada saatnya nanti..... di dunia ini apalagi di akhirat nanti.

Allahu Akbar.....

Cikarang Baru, 7 April 2008

Tidak ada komentar: