Sabtu, November 15, 2008

Samsat Dulu dan Sekarang

Pagi ini, Jum’at, 14 November 2008, jam 7.45 saya sudah tiba di tempat parkir Samsat Kabupaten Bekasi. Saya hendak melaksanakan ritual tahunan di sini. Yaitu bayar pajak kendaraan bermotor.

Ketika memarkir motor, saya melihat pegawai Samsat sedang mengikuti briefing. Pemandangan yang unik adalah mereka mengenakan baju koko dan peci hitam. Ada sebagian yang berpeci putih.

Tahun lalu pemandangan ini tidak ada. Yang ada adalah pegawai yang berbaju olahraga karena Jum’at adalah hari krida. Selama mereka berolahraga, kami yang mau bayar pajak harus menunggu di luar ruangan. Pelayanan belum dibuka menunggu mereka selesai berolah raga. Meski jam sudah menunjukkan jam 8 lewat.

Kini, selama mereka briefing, kami sudah bisa mengisi formulir, karena formulir sudah disiapkan di meja di luar ruangan. Dan kami boleh mengambilnya sendiri. Saya yang tadinya bengong menunggu petugas yang melayani pembagian formulir, kaget ketika ada orang yang langsung ambil formulir sendiri. Maka sayapun melakukan hal yang sama. Dan benar juga, ini lebih efisien. Selesai mengisi formulir, ada orang menghampiri saya.

”Sudah selesai, Pak?” tanya orang berbaju koko berpeci hitam itu.

”Sudah, Pak” jawab saya. Segera dia berpindah ke sebelah kanan saya, merapikan formulir, KTP dan STNK yang sudah saya siapkan. Lalu dengan sigap dia menstaple dokumen saya tersebut.

”Silakan Bapak ke loket di dalam ruangan.” katanya ramah.

”O ya, makasih, Pak.”

Tahun lalu hal ini tak terjadi. Saya menstaple dokumen sendiri. Bahkan saya membawa stapler sendiri. Kalau pinjam atau minta tolong dokumen distaple petugas, itu bisa diartikan minta tolong sampai proses selesai. Yang berarti ada tambahan biaya. Saya cukup duduk manis, dokumen jalan sendiri. Calo yang orang dalam itulah yang menjalankannya.

Sejak tempat parkir, mengisi formulir, bahkan sampai menyerahkan dokumen ke loket perpanjangan STNK, tawaran untuk dibantu sering saya dengar.

”Mau dibantu, Bos?” demikian tanya tukang parkir.

”Mau dibantu, Pak?” tanya petugas formulir dengan ramah, namun segera senyumnya ditarik ketika saya jawab ”Terima kasih, saya akan urus sendiri, Pak.”

”Mau dibantu, Pak?” ini pintu terakhir penawaran jasa percaloan, yang saya dengar dari petugas loket yang juga anggota polri itu. Dan keramahan segera berubah cemberutan ketika saya menolak jasanya.

Ketika pertama kali membayar pajak di sini beberapa tahun lalu, bahkan saya berantem dengan petugas loket. Karena saya tidak menstaple semua dokumen saya. Saya serahkan formulir dan persyaratannya begitu saja.

”Distaples dong!” bentaknya. Tahu saya gak bawa stapler, dia menyodorkan stapler. Saya staple dokumen apa adanya.

”Nggak gitu staplesnya. Makanya, dibantu gak mau!” katanya galak.

”Memang saya harus tahu caranya nyusun dokumen?”tanya saya tersinggung.

”Sini!” katanya kasar, lalu memberi tanda terima dan menuruh saya duduk menunggu panggilan.

Itu dulu......

Alhamdulillah, kini saya cukup puas dan nyaman dengan senyum dan keramahan petugas. Bahkan petugas berkeliling menghampiri para pembayar pajak yang sedang mengisi formulir untuk dibantu dalam arti yang sebenarnya.

Setelah mengisi formulir, waktu masih belum jam 8. Ternyata di dalam sudah banyak pembayar pajak yang menunggu. Dan di depan loket sudah tertumpuk dokumen-dokumen. Karena belum jam 8 pelayanan memang belum dimulai.

Yang menarik lagi adalah adanya dua atau tiga petugas sedang menyusun air minum dalam kemasan gelas di samping setiap loket. Lalu ada setoples permen. Itu semua disediakan untuk para pembayar pajak yang sedang menunggu.

Hal baru lainnya yang membuat saya surprise adalah: Jam 8, dari pengeras suara ada salam pembukaan dan ucapan terima kasih atas kesadaran hadirin untuk membayar pajak kendaraan bermotornya. Lalu pengantri pertama dipanggil, kedua, ketiga dan seterusnya. Di depan loket ada petugas pria yang berselempang biru bertuliskan ”Pemandu Pelayanan”. Setiap orang yang dipanggil ke depan untuk menunjukkan BPKB asli diberi nomor tanda terima yang tercetak melalui mesin nomor urut.

Yang menarik lagi: tidak ada lagi petugas loket yang menawarkan jasa percaloannya. Malah di dekat lokat juga terpasang X-Banner bertuliskan ”Hari Gini Masih Percaya Calo....”

Terus terang, baru kali ini hati saya merasa nyaman di kantor pemerintah. Tak ada prasangka buruk seperti tahun-tahun sebelumnya. Juga tak ada obrolan dengan sesama pengantri yang isinya mengeluhkan palayanan Samsat. Bahkan dulu ada juga yang mengeluhkan pelayanan calo. Sudah lewat calo, masih lama pula nunggunya.

Masih ada lagi yang baru. Ruangan kini ber AC, jadi tidak gerah. Kalau dulu fisik panas hati juga panas. Kini hati adem, badanpun nyaman. Maka tidak banyak yang memanfaatkan air minum dan permen gratisan itu.

Juga ada LCD monitor di atas loket kasir yang bertuliskan nomor-nomor mobil yang dokumennya sudah selesai diperiksa, dan sebentar lagi dipanggil untuk pembayaran pajaknya. Kami bisa membaca dan bersiap-siap. Ada juga LCD monitor yang bertuliskan nomor-nomor mobil yang STNK-nya sudag jadi. Maka siap-siaplah namanya dipanggil.

Wal hasil, setengah jam semua proses selesai, dimana dulu saya harus menunggu sampai satu jam. Mungkin karena sekarang tak ada yang diistemawakan, sehingga first in, fisrst served. Tidak ada yang mendzolimi maka tidak ada yang didzolimi. Adil......

Semoga ini bisa ditiru kantor-kantor pelayanan lainnya. Tidak hangat-hangat tahi ayam. Bukan hanya karena Bupati dan Gubernurnya baru.

Petugas jangan takut tidak dapat uang tambahan. Apalagi kalau uang itu ternyata haram. Senyum dan pelayanan yang Anda berikan kepada rakyat akan menyejukkan kami. Hati kami yang sejuk dan puas akan mendorong kami ikhlas berdoa agar Allah memberi kerberkahan atas rizki halal yang Anda terima setiap bulan. Amiin.

Cikarang Baru, 14 November 2008

Tidak ada komentar: