Rabu, Oktober 22, 2008

Tiga Rahasia

Empat orang melompat turun ke dalam lubang dengan permukaan seluas dua kali satu meter persegi. Lalu siap merangkul seonggok jasad yang telah rapih terbungkus kain putih itu.

”Bismilaahi wa’ala millati rasulillah” gumam doa terdengar sambil membawa turun sang jasad itu. Lalu jasad dimiringkan ke arah kiblat. Tali-tali kain kafan dibuka. Lalu keempat orang itu segera menaiki liang lahat, setelah menutup jenazah dengan potongan-potongan bambu. Tak lama kemudian urugan tanah mengisi liang lahat. Secangkul, dua cangkul. Tiga cangkul, empat cangkul. Cangkulan kelima, keenam. Kesepuluh, kedua puluh… sampai beberapa menit kemudian terbentuk gundukan tanah sepanjang dua meter. Dihiasi dengan kayu nisan di salah satu ujungnya.

Tertulis….

Abdul Mudjib bin Adnan Ali
Lahir : Surabaya, 17 Agustus 1933
Wafat: Cilegon, 20 Oktober 2008

Tersingkap rahasia Ilahi, setelah segalanya terjadi.

Paling tidak ada tiga rahasia Allah yang tertulis di atas kayu nisan itu.

  1. Siapa orang tua kita.

Kita tak bisa memilih dari perut siapa kita akan dilahirkan. Siapa ayah dan ibu kita. Maka bersyukurlah kita yang lahir dari perempuan yang shalih. Dididik di bawah komando Ayah yang sholih pula.

  1. Dimana dan kapan kita dilahirkan.

Kita tak bisa memilih saat dan di mana kita dilahirkan. Apakah kita jadi orang Sunda, Jawa, Batak, Ambon atau Papua. Apakah kita jadi warga negara Indonesia, Taiwan, Amerika, Saudi Arabia atau Sudan.

  1. Dimana dan kapan kita mati.

Pak Abdul Mudjib yang adalah Ayah saya sendiri itu, tak pernah tahu bahwa tanggal 20 Oktober 2008 jam 11 siang adalah saat terakhir dia menghirup nafas dunia fana’ ini. Demikian juga kita yang sedang menunggu giliran ini. Senantiasa diintai oleh Malaikat Izroil. Tak tahu kapan giliran kita. Ayah juga tak pernah merencanakan dia akan dikebumikan di tanah tempat dia meninggal yaitu di Cilegon, Banten. Lahir dan hidup bermasyarakat lama di Surabaya, tak menjadi jaminan bahwa beliau akan wafat dan dikubur di tanah kampung halamannya pula.

Tiga rahasia ini, dua diantaranya telah terjadi pada diri kita. Saatnya kita menyongsong menerima rahasia yang ketiga. Dan ini pasti akan dialami oleh setiap yang bernyawa. Karena ini adalah sebuah kepastian, maka mempersiapkan bekalnya adalah keniscayaan.

Jangan ditunda-tunda. Kumpulkan dari sekarang bekal yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita.

Wa tazawwaduu, fa inna khoirozzaadit taqwa. Wattaquuni yaa ulil albaab.

Berbekallah, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Bertaqwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal (Al Baqarah: 197)

Cikarang Baru, 21 Oktober 2008

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ikut berduka atas meninggalnya ayahanda mas choirul asyhar, semoga diterima amal solehnya, ditempatkan disisi yang layak, amiiin.