Sabtu, Desember 08, 2007

Niat Saja Tak Cukup

Hari ini, 8 Desember 2007, beberapa teman di kompleks perumahan kami termasuk Pak Afrizal, Pak Syawal dan istri, Pak Jefri dan istri, berangkat menuju asrama haji. Saya terbayang pasti mereka punya perencanaan sekecil apapun beberapa tahun yang lalu untuk menjadikan niatnya berangkat haji, insya Allah, terwujud hari ini.
Karena niat saja tidak cukup!
Berikut ini tulisan untuk menyemangati teman-teman yang ingin berhaji tapi belum dibarengi tindakan nyata untuk mewujudkannya.


Niat Saja Tidak Cukup

Ternyata niat saja tidak cukup। Harus ada ikhtiar. Usaha. Usaha apa yang bisa dilakukan oleh buruh seperti saya dan guru seperti istri saya? Menabung saja. Menyisihkan uang gaji untuk ditabung. Dan ternyata ini juga yang dilakukan oleh petani, pemulung, atau pedagang kecil di kampung saya.

Teringat oleh saya cerita Nenek Allahuyarham. Bahwa ada teman jamaah haji yang berangkat bersama Nenek dan Kakek tahun 70-an, yang ternyata adalah seorang pemungut puntung rokok. Ada pengusaha biting, yaitu lidi yang dipakai untuk memincuk daun sebagai pengganti piring para penjual bubur. Mereka menabung uang sedikit demi sedikit dalam kaleng susu. Sehingga terkumpul berpuluh-puluh atau beratus-ratus kaleng. Entah berapa puluh tahun sampai terkumpul uang ongkos naik haji.
Ada juga yang menabung uangnya ke tiang-tiang bamboo di rumahnya. Suatu usaha yang keras untuk merealisasikan sebuah niat.

Tapi apa yang sudah kami lakukan?
Belum ada. Hanya niat saja.

Maka merenungi hal ini, tahun 90-an saya mendatangi sebuah bank yang membuka produk baru saat itu, yaitu tabungan haji. Saya tertarik dengan iklannya yang terpampang di spanduk, yang kurang lebih bunyinya: “Kami akan wujudnya niat suci Anda.” Wow, niat saya pasti terwujud dengan membuka tabungan haji. Hebat.
Maka saya masuk ke Bank tersebut menemui customer service-nya untuk mengetahui bagaimana niat saya bisa terwujud. Di kepala saya yang terbayang adalah jalan pintas untuk mewujudkan niat saya. Dan Bank membantu saya melalui jalur cepat itu.
Ternyata jawabannya adalah, Anda cukup menabung sejumlah tertentu dan tidak boleh diambil sampai terkumpul senilai biaya perjalanan ibadah haji, yang waktu itu disebut ONH (ongkis naik haji). Semakin banyak uang yang ditabung setiap bulan semakin cepat niat Anda terwujud.
“Lha?” itu mah bisa saya lakukan di jenis tabungan apa saja. Termasuk juga nabung di rumah. Asal jangan diambil pasti terkumpul. Asal nabungnya banyak pasti cepat tercapai cita-cita saya. Saya merasa kenapa harus buka rekening baru, kalau saya sudah punya rekening tabungan lain di bank. Yang penting niatnya. Maka sayapun keluar dari bank, tidak jadi membuka rekening tabungan haji.
Sampai suatu hari di tahun 1998 atau 1999-an saya dikejutkan oleh telepon seorang teman yang dulu pernah sekantor. Saya terkejut sekaligus terharu dengan kabar yang dibawanya. Bahwa dia dan istri akan berangkat haji tahun ini. Subhanallah. Dengan gembira saya menyambutnya dan mendo’akan dengan tulus agar semua berjalan lancar; dan dia beserta istri menjadi haji mabrur. Lalu kami bertanya bagaimana dia bisa dapat rejeki nomplok ini? Ternyata jawabnya adalah dengan tabungan haji yang telah dibukanya beberapa tahun yang lalu.
Maya Allah. Saya terhenyak! Kalau saya dulu tahun 1990-an jadi membuka tabungan haji, mungkin sekarang saya juga akan terbang ke tanah suci. Sedangkan sekarang, tabungan yang saya punya karena bebas di tarik setor di mana saja tak kunjung terkumpul untuk ongkos naik haji.
Ternyata niat saja tidak cukup. Harus disertai dengan perencanaan yang matang dan komitmen untuk mencapainya. Salah satunya dengan menabung rutin dan tidak menariknya sampai terkumpul senilai biaya naik haji. Terbayang teman Nenek Allahuyarham. Kalau dia tarik setor seenaknya ke dalam tiang bamboo rumahnya berapa kali dia harus ganti tiang bambunya, sementara itu tak kunjung terkumpul uang ongkos naik hajinya.

Tidak ada komentar: