Selasa, Desember 04, 2007

Di Atap Bis Antara Mina-Makkah


Sejak berangkat dari tanah air saya dan istri berketetapan hati untuk melaksanakan haji sebagaimana tata cara ibadah (manasik) haji yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. Salah satunya adalah menuju Mina pada tanggal 8 Dzulhijjah, sementara rombongan KBIH kami langsung menuju Arafah.

Tetapi ternyata tidak mudah. Untuk jamaah Indonesia, Pemerintah Arab Saudi hanya menyediakan bis sesuai dengan route yang diminta oleh Depag RI. Dalam hal ini bis yang disiapkan adalah langsung menuju Arafah. Demikian penjelasan petugas haji pemerintah SA yang masih keturunan Indonesia dan beristri gadis Surabaya itu. Meskipun demikian karena kami berenam (tiga pasangan suami istri), petugas berjanji menyediakan satu mobil untuk mengantar kami ke Mina. Syukurlah.

Dengan perkiraan matang, kami berpamitan kepada pimpinan KBIH. Pimpinan mewanti-wanti jangan sampai mengejar sunnah mabit di Mina pada hari tarwiyyah tapi gagal wuquf di Arafah. Kami optimis. Bismillah. Maka kami berihrom setelah dhuha. Targetnya bisa shalat qasar Dhuhur, Asar , Magrib dan Isya’ juga di Mina tanpa jama’. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah.

Tapi sampai ba’da dzuhur kami masih di Makkah. Mobil yang dijanjikan tak kunjung tiba. Maka kami melaksanakan sholat jama qasar Dzuhur dan Asar di Makkah. Lalu berangkat ke Mina menggunakan mobil omprengan yang banyak beroperasi di SA. Sebuah mobil minibus, yang tak begitu bagus lagi. Tapi taripnya 20 riyal perorang! Tarip yang fantastis mahalnya untuk jarak Makah-Mina yang hanya 10 km yang biasanya hanya 3 riyal.

Alhamdulillah, menjelang sore hari kami tiba di Mina. Hanya berbekal semangat, kami minta sopir menghentikan mobilnya. Lalu kami turun di atas sebuah jembatan. Di mana kami bisa melihat banyak tenda berbendera Merah Putih di bawah sana. Maka kesanalah tujuan kami. Sambil menyeret trolley kami masing-masing, kami mengikuti jalan menurun menuju tenda-tenda itu. Ternyata setelah kesulitan ada kemudahan. Dan kemudahan yang kami jumpai adalah ternyata kami turun mobil di tempat yang tepat! Karena di bawah sana ada tenda-tenda maktab kami. Bahkan tenda untuk rombongan KBIH kami pun kami temukan dengan mudah. Lalu kami menggelar sajadah kami. Bersiap melaksanakan shalat Magrib yang sebentar lagi masuk.

Demikian sampai keesokan harinya ba’da dhuha kami berencana berangkat menuju Arafah. Karena wuquf di Arafah dimulai dengan shalat dzuhur dan ashar yang di jama’ ta’dim dan qasar. Alhamdulillah sekali lagi Allah memberi kemudahan. Ternyata pemerintah SA telah menyiapkan bis yang terus bergerak menyisir jamaah yang masih berada di Mina menuju Arafah. Dan kami berenam masuk ke dalam bis jamaah dari Bandung, yang juga melaksanakan mabit di Mina sejak tanggal 8 kemarin. Wal hasil jam 9.00 kami sudah masuk Arafah. Dan sopir berbaik hati mengantarkan kami ke perkemahan maktab kami. Subhanallah. Allah memberikan banyak kemudahan dalam kami.

Tekat kami terus tak pupus untuk mengikuti napak tilas perjalanan Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad SAW. Kami bertekad segera meninggalkan Mina setelah melaksanakan jumrah Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah untuk melaksanakan thawaf ifadah. Dan hari itu juga harus kembali ke Mina sampai tanggal 13 nanti.

Dan rombongan kami bertambah 1 pasang suami istri. Kini kami ber delapan. Sekali lagi kami pamit kepada pimpinan KBIH kami.

Sayang, pada hari pertama di Mina, bayangan kesemrawutan di jamarat membuat kami takut untuk berangkat sendiri. Maka pada jumrah aqabah ini kami tidak bisa melaksanakan pada waktu afdhal. Karena kami takut berpisah dari rombongan. Maka kami mengikuti jadwal yang sudah ditetapkan, yaitu melempar jumrah menjelang sore. Tentu saja akibatnya kami tidak bisa berangkat ke Makkah hari itu juga. Maka kami merencanakan ke Makkah esok harinya. Sebelum melempar jumrah ba’da dzuhur.

Ketika kami tiba di jalan besar di Mina, banyak bis menawarkan jasanya mengantar jamaah haji yang hendak melaksanakan tawaf ifadhah. Jadi kendaraan tidak ada masalah. Yang jadi masalah adalah ongkosnya. Berkisar antara 10 – 20 riyal perorang. Tarip dibedakan berdasarkan kenyamanan tempat duduknya. Kalau duduk di dalam bis bisa 15-20 riyal. Kalau mau murah yaitu 10 riyal, boleh duduk di atap bis, yang biasanya tempat menaruh bagasi.

Untuk mengirit biaya dan menambah pengalaman berhaji yang tidak serba enak, para suami ingin memilih duduk di atap. Tapi bagaimana dengan para istri? Di luar dugaan ternyata mereka menerima dengan antusias. Maka tidak berapa lami kami sudah meluncur ke Makkah di atas atap bis. Menyusuri sepanjang jalan, kami bisa menikmati pemandangan tanah SA yang gersang, gunung-gunung yang penuh dengan bebatuan, lalu pertokoan yang penuh dengan papan reklame produk jepang dan korea yang ditulis dengan huruf Arab. Bahkan sesekali kami harus menundukkan kepala, karena bis harus menembus terowongan yang membelah gunung. (meskipun tanpa menunduk kepala kami tak akan terantuk, karena terowongannya cukup tinggi).

Beruntung bis berjalan lambat, karena lalu lintas memang agak padat. Jadi ketakutan saya agak terhibur dengan pemandangan yang indah tadi. Dan syukur alhamdulillah saya dan istri yang suka mudah masuk angin tidak mengalaminya.

Sekitar jam 10 pagi kami telah tiba di Makkah. Karena banyak jalanan ditutup, bis berhenti sekitar 500 meter dari area Masjidil Haram. Kami berjalan kaki ke Masjidil Haram dan segera melaksanakan thawaf ifadah dilanjutkan dengan sa’i. Lalu duduk menunggu waktu dzuhur.

Ada kejadian aneh ketika kami selesai melaksanakan sa’i. Banyak sampah plastik dan debu-debu beterbangan di area mas’a. Sampai setinggi 3-4 meter. Ternyata kemudian kami ketahui dalam perjalanan pulang ke Mina. Ternyata angin kencang itu adalah pertanda akan turun hujan lebat yang kemudian menjadi banjir di Makkah dan Mina. (cerita tentang ini akan saya tulis nanti).

Tidak ada komentar: