Rabu, November 07, 2007

Distributor Air Zam Zam

Oleh : Choirul Asyhar

Ini bukan peluang usaha, sebagaimana yang dilakukan teman-teman sebagai distributor Aqua atau gas Elpiji.

Ini terjadi ketika saya sedang menunggu shalat jum’at di Masjidil Haram. Agar khusyu shalat, saya memilih duduk di lingkaran shaf-shaf dekat Ka’bah. Alasan saya sambil menunggu khutbah dimulai saya bisa memandangi Ka’bah sepuas-puasnya.

Agar bisa mendapatkan tempat di pelataran Ka’bah ini (bukan pelataran Masjidil Haram yang berarti berada di luar Masjid) kita harus datang lebih awal. Kalau dzuhur masuk jam 12.00, satu setengah jam sebelumnya kita harus sudah tiba di sini. Dan sekarang saya sudah berada di sini. Di pelataran Ka’bah. Dan jangan bayangkan panasnya matahari yang menyengat punggung kita. Tanpa atap, di siang bolong, meskipun lantai marmernya menyerap panas sehingga kaki kita tidak meloncot, tapi sinar matahari yang mengenai punggung dan kepala membuat baju kita basah oleh keringat.

Terbayang betapa hausnya saya, menunggu di panas terik selama satu setengah jam sampai khotib naik mimbar. Karena itu dari penginapan saya sudah membawa botol yang bisa memuat 2 liter air zamzam. Setiba di Masjidil Haram saya langsung menuju dispenser air zamzam. Memenuhi botol saya, lalu sambil menggantungkannya di leher saya bergerak ke depan ke arah Ka’bah. Saya mencari tempat sedekat mungkin dengan Ka’bah. Baru di pertengahan pelataran, saya sudah sulit maju lagi. Maka saya berhenti di sebuah shaf, meletakkan botol saya, dan shalat sunnah dua rakaat, karena tawaf sudah tidak memungkinkan.

Tidak berapa lama, tempat di kiri kanan saya sudah terisi. Beberapa diantaranya mengenakan pakaian khas Afghan atau Pakistan. Benar dugaan saya, panas matahari cukup membuat baju saya basah oleh keringat. Kepala saya terasa panas, maka saya perlu menutupinya dengan sajadah tipis yang saya bawa. Rasa haus mulai mencekik kerongkongan saya. Air pun saya tuang dari botol. Dan kuminum segelas. Selain air, tadi saya juga mengambil beberapa gelas plastik yang tersedia di lokasi dispenser air zamzam. Lalu saya persilahkan jamaah yang ada di kiri kanan saya untuk meminumnya dengan menuangkan air di botol ke gelas yang tersedia. Beberapa menyambut dengan antusias. Beberapa orang menolak karena belum haus atau malu. Saya pun cuek saja. Diambil silakan, tidak ya tidak apa-apa, toh saya sudah menawarkan.

Tiba-tiba seorang Afghan atau Pakistan menghampiri saya. Dengan bahasa isyarat minta air minum. Dengan senang hati saya persilahkan. Maka dia menuangkan air botol itu ke dalam gelas plastik. Satu gelas, dua gelas, tiga gelas, empat atau lima. Lalu diantarkan ke orang-orang di sekitarnya. Demikian sampai air dalam botol itu habis. Saya tertegun dan terpesona dengan sikap proaktifnya dalam memberi. Tidak cukup sampai di situ. Masih dengan bahasa isyarat dia izin meminjam botol saya yang telah kosong. Sekali lagi saya mempersilakannya. ‘Tafadhdhol!’ kata saya. Saya mengikuti gerakan sigapnya pergi menuju ke lokasi dispenser air zamzam yang berjarak 50 meteran dari tempat kami duduk. Jarak yang cukup jauh ditambah kesulitan menembus jamaah sholat jum’at yang semakin penuh. Tidak lama kemudian dia kembali dengan botol yang terisi penuh, sambil membawa tambahan gelas plastic.

Begitu sampai di tempat kami, dia duduk kemudian menuang air dalam botol itu ke dalam gelas-gelas plastic yang telah dijejernya di atas lantai Masjidil Haram. Lalu dibagi-bagikan kepada jamaah yang mulai kehauasan di sekitarnya. Tidak lupa satu gelas diberikan kepada saya. “Syukron” kata saya. Saya tidak ingat apakah dia menyisihkan satu gelas untuk dirinya atau tidak.

Panas terik di pelataran Masjidil Haram menjadi begitu menyejukkan.

Cikarang, 06 November 2007 05.55 pm

*Buat teman-teman yang sebentar lagi mulai beterbangan memenuhi panggilan-Nya.
Labbaika Allahumma Labbaik!

1 komentar:

agen sbobet mengatakan...

peluang ibadah gan ini mah gan,,,mantap