Senin, Juli 30, 2007

Mencari Ujung Benang Kusut


Sebentar lagi bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaan RI. Umur kemerdekaan kita sudah mendekati 62 tahun. Bulan-bulan ini sampai 17 Agustus nanti sudah mulai banyak diadakan lomba di kampong dan perumahan-perumahan. Mulai olahraga sampai permainan. Mulai sepakbola serius sampai yang main-main, seperti sepakbola daster. Mumpung belum terlambat, penulis mengusulkan kepada pembaca agar diadakan lomba mengurai benang kusut. Caranya dua benang, misalnya merah dan putih dibikin kusut sedemikian rupa, lalu diberikan kepada peserta lomba untuk menguraikannya. Pasti seru. Hitung-hitung belajar mengurai kekusutan masalah negeri ini yang berjalin berkelindan. Siapa yang paling cepat menguraikannya dinobatkan sebagai calon RT.

Mengurai benang kusut ternyata gampang-gampang susah. Apalagi yang kusut dua benang atau lebih dijadikan satu. Meskipun gak sama persis, ternyata begitulah kira-kira mengurai benang kusut permasalahan negeri ini.

Ketika KPK hendak membongkar kasus korupsi. Dituduh melakukan tebang pilih. Padahal yang namanya menebang seluruh pohon dihutanpun, pasti juga dipilih-pilih dulu, mana yang ditebang duluan mana yang belakangan. Tidak mungkin semuanya ditebang pada saat yang sama.
Ketika menangkap pejabat yang dituduh korupsi, ternyata banyak pejabat lain yang terseret-seret. Bahkan para calon presiden juga disangka kecipratan dana panas itu. Benar-benar kusut.
Ketika membongkar kasus Bulog, ada tuduhan ini bukan kasus hokum tapi kasus politik. Ada politicking. Maka mengusut masalah di Indonesia, bukan hanya seperti mengurai benang kusut, tapi justru seperti membuat benang lebih kusut lagi dan lagi.

Memperjuangkan kebenaran dituduh mempunyai agenda tersembunyi. Ada motif politik dan sebagainya. Lalu mana kebenaran yang sesungguhnya. Tidak akan ketemu jika manusia Indonesia selalu berambisi mengadili hati orang. Apa yang tampak rasanya tak cukup untuk menilai baik dan buruk. Harus dikorek-korek apakah benar-benar apa yang tampak ini tumbuh dari dalam hati yang paling dalam. Padahal sudah ada peribahasa: dalamnya laut dapat diduga, dalamnya siapa tahu.

Kusut! Karena kita sudah sibuk menilai dan menebak-nebak apa yang tak tampak. Mencurigai dan mengkritisi apa yang tersembunyi di dalam hati.

Tidak ada komentar: