Rabu, September 12, 2007

Serial Peluang Korupsi - 6:

Di Jalan Raya (2)

Ketika coba-coba jualan kayu untuk palet, pada pengiriman pertama saya ikut menumpang truk. Sekitar jam sembilan malam truk masuk ke sebuah pintu tol. Baru saja truk meluncur setelah menerima tiket tol, sopir telah menginjakkan lagi kakinya di pedal rem. Truk berhenti tepat di belakang mobil polisi yang dari tadi berhenti di bahu jalan sambil menyalakan lampu sirine polisinya. Sopir truk turun menuju mobil polisi. Tidak lama, karena semuanya sudah disiapkan. Sopir truk mengulurkan sejumlah uang. Selesai.

Ketika truk kembali berjalan saya menanyakan apa yang dia lakukan tadi. Katanya, ini hal yang biasa. Setiap lewat jalan ini sopir truk harus menghentikan truknya meskipun tidak distop polisi. Lampu sirinenya yang menyala dan berputar-putar adalah sinyal keberadaannya. Sopir truk yang mengerti pasti berhenti, turun dan setor sejumlah uang. Jika tidak pasti dikejarnya dan akan menghadapi masalah yang lebih besar. Yang bermakna uangnya harus lebih besar untuk berdamai.

Ketika saya tanya berapa uang yang disetor? Jawabnya hanya lima ribu rupiah. Angka ini juga sudah menjadi kesepakatan tak tertulis. Jika sopir memberikan lebih banyak, justru polisi akan curiga. Barang berharga apa yang ada di truk ini kok sopirnya royal banget.
Saya hanya tersenyum kecut, sambil membayangkan jika semalam ada seratus truk yang lewat berarti besok pagi pak Polisi akan membawa pulang lima ratus ribu rupiah. Uenak tenan……..

Dalam perjalanan, pak sopir menceritakan bahwa sebenarnya perusahaan transportasi tempatnya bekerja sudah menyetor sejumlah dana bulanan kepada pejabat kepolisian setempat. Tapi, katanya –sebagaimana pengakuan polisi di lapangan- dana itu tidak sampai muncrat ke lapangan, karena itu yang di lapanganpun mengutip lagi.
Kali ini saya tersenyum lagi, sambil berkata dalam hati kepada pengusaha transportasi .... “kacian deh lu........”

Tidak ada komentar: