Senin, Mei 18, 2009

Jangan sampai tangan kirimu tahu!

Kurang lebih itulah gambaran orang yang ikhlas bersedekah. Tangan kanan memberi, tangan kirinyapun tak tahu. Kalau tangan kirinya saja tak tahu apatah lagi orang di sekitarnya.

Ada sebuah cerita nyata, seorang Ustadz mendapatkan amplop ketika selesai berceramah. Sambil berbasa-basi seorang pengurus masjid telah memasukkan amplop itu ke dalam kantong baju koko sang Ustadz. Tapi sang Ustadz menolaknya. “Wah, apa ini, tak usahlah…” Karena pengurus masjid itu memaksanya maka sang Ustadz mengatakan “Sudahlah… untuk dana masjid saja.” Katanya sambil mengembalikan amplop itu ke kantong baju koko Pak pengurus masjid itu.

Saya merenungkan kejadian itu. Lalu teringat gambaran keikhlasan di atas.
Ketika tangan kanan memberi, tangan kiri jangan sampai tahu. Artinya tangan kanan tetap tahu berapa jumlah yang disedekahkan. Tapi kini, dalam kisah di atas, jangankan tangan kiri, tangan kanan sang Ustadz pun tak tahu berapa yang disedekahkan kepada masjid dari hasil ceramahnya itu. Karena Sang Ustadz tak sempat membuka amplopnya.

Saya membuat simulasi asal-asalan, bagaimana jika amplop itu diterima dulu?
Lalu saya berandai-andai:
1. Setelah mengetahui jumlahnya sang Ustadz akan tetap mensedekahkan seluruhnya. Tapi dia akan ‘dihantui’ perasaan bahwa hari ini dia telah bersedekah sekian ribu ke masjid. Perasaan ini sering membawa kepada penyakit hati. Ada rasa ujub, menyanjung dirinya sendiri, meskipun tak tampak oleh orang lain.
2. Setelah mengetahui jumlahnya sang Ustadz akan mensedekahkan separohnya karena ternyata jumlahnya cukup besar. Dia akan segera teringat bahwa persediaan susu anaknya sudah habis. Dan separoh honornya itu bisa untuk membeli susu anaknya.
3. Setelah mengetahui jumlahnya sang Ustadz akan berfikir beberapa kali untuk bersedekah. Berarti dia menunda sedekahnya. Dalam masa jeda itu akan muncul bisikan agar dia menerima saja honornya itu, toh ilmu yang disampaikannya nilainya sebenarnya lebih besar dari pada honor yang diterima saat itu.
4. ……….

Astaghfirullah… saya stop saja tulisan ini, karena tak mau berandai-andai yang berujung pada prasangka buruk yang ternyata tak pernah terjadi. Toh sang Ustadz sudah menginfakkan semua honornya tanpa pernah tahu berapa jumlahnya.

Sebuah keikhlasan yang insya Allah, menjadi tambahan tabungannya yang setiap saat dapat dicairkan dalam jumlah yang berlipat ganda di dunia ini atau pahala yang tak ternilai di akhirat kelak.

Subhanallah…. Jangankan tangan kirinya, tangan kanannyapun tak tahu….

Cikarang Baru, 17 Mei 2009 (Cha)

Tidak ada komentar: