Ketika memasuki bulan syawal biasanya ada dua perasaan yang berkecamuk dalam diri kita. Yang pertama perasaan gembira karena besok kita berbuka alias tidak puasa lagi. Di mana karena merasa telah melaksanakan ibadah Ramadhan sebaik-baiknya maka kita merasa berhak atas kemenangan dan kesucian jiwa. Setelah sebulan penuh mengalami pembinaan dan penggemblengan di bulan Ramadhan, wajar jika kita bergembira menyambut kedatangan idul fitri. Sabda Rasulullah SAW bahwa dua kebahagiaan orang yang berpuasa adalah ketika berbuka dan ketika berjumpa Allah di surga nanti.
Perasaan yang kedua adalah sedih karena kenikmatan Ramadhan telah berlalu. Saat-saat Allah menurunkan berkah dan pahala yang berlimpah-limpah telah berlalu. Banjir berkah, rahmat dan pembebasan dari api neraka telah lewat. Saat-saat mendebarkan mengharapkan lailatul qadar tak ada lagi. Ya, semuanya tak ada lagi sampai Ramadhan tahun depan. Sedangkan kita tak pernah tahu apakah kita bisa merasakan kenikmatan itu tahun depan. Jangankan setahun lagi, apa yang terjadi pada diriku setelah mengakhiri tulisan inipun saya tak pernah tahu. Maka sedih ditinggal Ramadhan adalah perasaan yang wajar ada pada diri kita, jika kita pandai-pandai memaknainya.
Pengalaman 27 kali berpuasa ternyata tidak hanya dua perasaan itu yang saya alami.
Sering saya merenung, sebenarnya selama Ramadhan itu siapa yang sedang digembleng. Orang-orang yang beriman atau syetan? Sering saya merasakan justru syetan makin hebat ketika bulan syawal tiba. Dan kita semakin loyo menghadapinya. Penggemblengan yang kita alami selama sebulan tidak membuat kita semakin digdaya menghadapi godaan syetan. Atau karena kita kelelahan? Sehingga pas 1 Syawal kita kedodoran menghadapi serangan syetan.
Serangan macam apa?
Salah satu serangan yang tampak memukul kita secara telak adalah pada subuh 1 Syawal. Banyak adzan Subuh tidak dikumandangkan dari corong masjid. Masjid yang setiap subuh selama sebulan di bulan Ramadhan selalu ramai tiba-tiba jadi senyap. Sebagian kita ternyata sedang terlelap di atas kasur di balik selimut. Atau erat memeluk guling atau istri tercinta. Sebagian kita yang tadinya giat bangun sahur lalu berbondong-bondong berjamaah sholat subuh, tiba-tiba jadi pemalas. Bahkan dengan memaklumi diri sendiri bahwa ini semua adalah kewajaran setelah sebulan capek berperang memerangi hawa nafsu demi melaksanakan pengabdian kepada Allah dengan mengabaikan kesenangan-kesenangan duniawi yang sebelumnya erat melingkupi kita.
Lalu, dalam kondisi demikian syetan melakukan serangan fajar 1 Syawal. Kita semua bagai disirep. Banyak diantara kita terbagun dari tidur pulas karena harus sholat iedul fitri. Bukan karena harus sholat subuh. Sayang kalau baju baru yang semalam telah rapi disetrika tak dipakai dalam kegembiraan menuju lapangan untuk melaksanakan sholat ied. Lalu kenapa syetan yang telah sebulan dibelenggu, tak mendapatkan jatah makan dan minum dari kita, karena selalu diisolasi oleh kegiatan puasa kita menjadi sedemikian perkasa membelenggu kita tepat pada 1 Syawal sehingga kita malas memenuhi panggilan demi panggilan shalat.
Bukan itu saja, tepat tanggal 1 Syawal kita melepas kekangan hawa nafsu kita. Semangat mengabdi kepada Allah di bulan Ramadhan segera berganti dengan semangat memenuhi hawa nafsu kita. Mata yang selama Ramadhan tak lepas dari kitab suci, kini lalu lekat pada televisi. Mulut yang selama Ramadhan ramai melantunkan ayat-ayat suci, kini tak sepi oleh gosip membicarakan saudara sendiri. Pendengaran yang selama Ramadhan tak putus mendengarkan tausiyah setiap malam dan subuh, kini gemar menguping-nguping kenapa si Fulan kaya dan kenapa si Fulanah kini jadi istri penggede. Hati yang selama Ramadhan ditata dan dijaga, tiba-tiba ditumbuhi jamur kedengkian ketika ketemu kerabat yang lebih sukses saat pulang kampung.
Ketika Ramadhan kita bisa dengan ikhlas meninggalkan aktivitas halal hanya karena Allah melarangnya, mengapa ketika Ramadhan berlalu, selain yang halal yang harampun kembali akrab kita singgahi. Artinya tak ada lagi bedanya halal haram. Lalu semua jadi abu-abu atas rekayasa kita sendiri.
Katanya Ramadhan adalah kawah candradimuka bagi kita. Ramadhan akan meningkatkan derajat kita menjadi manusia beriman sekaligus bertaqwa. Tapi ternyata Ramadhan juga memberi kesempatan syetan dalam istirahatnya menyusun strategi untuk menggagalkan kita menjadi manusia bertaqwa.
Tidak perlu menjadi kafir. Cukuplah serangan 1 Syawal itu dikatakan berhasil jika syetan telah membawa kita kembali ke titik yang sama pada posisi sebelum kita memasuki Ramadhan. Cukuplah serangan itu disebut berhasil jika tak ada sisa-sisa tarbiyah Ramadhan dalam aktivitas kita sehari-hari. Selama Ramadhan bolehlah iman kita melejit naik. Asalkan setelah Ramadhan kita menjadi manusia yang sama saja dengan sebelum Ramadhan.
Jika demikian, siapa yang pantas menyebut dirinya ‘minal aidzin wal faizin’?
Ganti Contact Person
-
*Assalamu'alaikum,*
*Pelanggan yang terhormat,*
*Mulai hari ini untuk pemesanan sarung Kaifa bisa menghubungi Contact
Person kami:*
*Abyan Naufal Asyhar*
*...
11 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar